Menyadari pentingnya aspek keamanan fisik, digital, hukum, dan psikososial bagi jurnalis dalam menjalankan profesinya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Banda Aceh menggelar ‘Holistic Safety Training’ bagi puluhan jurnalis selama dua hari, Sabtu-Minggu (1-2/6/2024), di sebuah hotel Banda Aceh.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jurnalis dalam memahami aspek keamanan fisik, digital, hukum, dan psikososial dalam menjalankan tugas-tugas profesinya sebagai jurnalis.
Ketua AJI Banda Aceh, Reza Munawir, mengatakan bahwa dalam menjalankan tugas jurnalistik, jurnalis kerap kali mendapatkan kesulitan saat meliput berbagai peristiwa penting.
Reza menyampaikan, melalui pelatihan ini jurnalis diberitahu langkah-langkah mitigasi yang harus dilakukan saat melakukan liputan di lapangan.
“Keamanan dan keselamatan jurnalis harus diutamakan. Di mana di pelatihan ini akan dijelaskan secara rinci soal langkah yang dipersiapkan ketika di lapangan,” ujar Reza.
Selain keamanan fisik, kata Reza, jurnalis juga banyak yang mendapat serangan digital. Oleh karena itu, pelatihan ini memberikan pengetahuan untuk melindungi data dan privasi jurnalis.
“Inilah yang harus selalu kita perhatikan. Melalui pelatihan ini, kami berharap kawan-kawan jurnalis dapat bekerja secara profesional dan lebih aman,” ujarnya.
Tiga pengurus AJI Indonesia didapuk menjadi pemateri dalam pelatihan itu, yakni Luhde Suriyani memaparkan materi terkait psikososial, yang disampaikan secara daring (online). Kemudian Erick Tanjung yang memaparkan materi pengantar aspek hukum berbasis data, dan materi Digital Security yang disampaikan oleh Adi Marsiela.
Erick Tanjung, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, menyampaikan bahwa angka kekerasan terhadap jurnalis meningkat dari 61 menjadi 89 kasus pada 2023 di seluruh Indonesia
“Angka kekerasan terhadap jurnalis meningkat dari tahun sebelumnya. Paling banyak kekerasan fisik, ancaman teror, serangan digital dalam dua tahun terakhir,” sebutnya.
Erick menyebutkan kebebasan pers masih terus menghantui jurnalis dengan masih adanya aturan-aturan yang mengekang, seperti revisi UU Penyiaran, KUHP, UU ITE, dan UU Perlindungan Data Pribadi.
Oleh karena itu, Erick mendorong segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis harus ditindak secara tegas dan adil hingga pengadilan.
Sementara Ketua Bidang Internet AJI Indonesia, Adi Marsiela, menjelaskan bahwa terdapat 15 kasus keamanan digital yang dialami jurnalis dan media sepanjang tahun 2023.
Jenis serangan itu berupa peretasan, DDos, defacement web berita, pengambilalihan akun medsos dan WhatsApp, suspend web media/berita, suspend akun medsos, dan doxing.
Adi menyebut jumlah serangan digital berdasarkan pemantauan SAFEnet selama empat tahun terakhir terus meningkat.
Pada 2020, SAFEnet mencatat 147 kasus serangan digital. Lalu, 2021 sebanyak 193 kasus, tahun 2022 jumlahnya 302, dan pada 2023 sebanyak 323 kasus.
Bentuk serangan digital selama 2023 berbagai macam bentuk. “Paling banyak itu phishing sebanyak 108 kasus, kebocoran data pribadi 77 kasus, dan peretasan 62 kasus,” kata Adi.
Kegiatan Holistic Safety Training yang digelar AJI Banda Aceh ini diikuti sebanyak 25 jurnalis dari berbagai media yang bertugas di Kota Banda Aceh dan sekitarnya.[]