Pusat Riset Ilmu Sosial dan Budaya (PRISB) Universitas Syiah Kuala (USK) menyelenggarakan kegiatan Memory Talk dengan tema Merawat Memori; Catatan dari Tsunami 2004, Sabtu lalu di Sophie’s Sunset Library, Lhoknga, Aceh Besar.
Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber yang memiliki kepakaran di bidang arsip, sejarah, dan kebencanaan. Mereka adalah Alfi Rahman selaku akademisi bidang kebencanaan, Muhammad Ihwan selaku Kepala Balai Arsip Tsunami Aceh (BAST) ANRI, dan Raihan yang merupakan pegiat literasi dan mantan jurnalis.
Alfi sekaligus ketua PRISB USK mengatakan, memory talk ini dilaksanakan dalam rangka mengenang bencana tsunami Aceh yang terjadi tahun 2004 silam. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama PRISB USK dengan BAST-ANRI dan Sophie’s Sunset Library.
“Kita ingin menyelenggarakan diskusi hari ini bukan untuk membangkitkan kembali rasa trauma, melainkan mengingatnya untuk belajar memetik pelajaran dari bencana kemarin, memotivasi kita untuk menjalani hidup lebih baik, dan memupuk rasa syukur kita,” kata Alfi.
Muhammad Ihwan memaparkan peran arsip dalam merawat memori bencana. Menurutnya, banyak sekali sejarah dan memori dari Aceh yang bisa menjadi pelajaran.
“Hampir semua destinasi di Aceh ada sejarahnya yang bisa kita pelajari,” katanya.
Raihan Lubis menyebutkan ada banyak naskah zaman dahulu yang meramalkan bencana di Aceh, salah satunya naskah takbir gempa.
“Sayangnya, naskah takbir gempa ditulis dalam bab ramalan sehingga masyarakat percaya bahwa itu hanya ramalan yang tidak akan mungkin terjadi,” kata Raihan.
Alfi Rahman mengatakan, peran arsip sangat penting membentuk pemahaman masyarakat. Misalnya arsip tsunami, karena setiap orang akan memahami hal yang berbeda tentang tsunami.
Alfi memaparkan tidak semua orang punya persepsi yang sama tentang tsunami. Gen Z lahir setelah tsunami dan mereka tidak memiliki pemahaman yang nyata tentang tsunami.
“Mereka tidak akan tahu bagaimana besarnya tsunami jika mereka tidak melihat PLTD Kapal Apung yang begitu besar, mereka tidak tahu sebanyak apa korban tsunami jika tidak berkunjung ke Museum Tsunami, melihat banyak dan betapa luasnya kuburan massal tsunami,” katanya.
Kegiatan ini dihadiri oleh puluhan peserta dari kalangan mahasiswa, akademisi, dan masyarakat umum.[]