Perayaan maulid Nabi Muhammad SAW cukup kental di Beutong Ateuh, Nagan Raya. Semaraknya telah kentara sejak malam pertama Rabiul Awal.
Malam di Blang Meurandeh riuh rendah begitu almanak bersulih ke Rabiul Awal. Lantunan zikir dan selawat tertebar dari meunasah gampong di Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya, Aceh, itu.
“Malam pertama Rabiul Awal, kami sudah mulai selawat,” kata Teungku Malikul Mahdi, warga Beutong Ateuh, kepada acehkini, Kamis (28/9/2023). “Ini berlangsung sampai malam 12 Rabiul Awal.”
Tradisi ini berjalan saban tahun menjelang peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. Warga di lembah pegunungan Singgah Mata itu bersiap jauh hari sebelumnya. Puncaknya, 12 Rabiul Awal kenduri maulid digelar.
Namun sehari sebelum kenduri itu pintu rumah-rumah warga Beutong Ateuh tak lagi ditutup. Sang empunya membuka lebar-lebar pintu rumah sembari berharap ada tamu yang bersambang.
Mereka senang bila ada tamu jauh berkunjung ke Beutong Ateuh saat maulid. Sebab, adat di sana, tiap rumah yang dilewati tamu, sang pemilik menyuruhnya singgah. Tak sekadar sapa, tamu itu wajib pula menikmati nasi kenduri maulid.
“Ini bentuk kekeluargaan masyarakat di Beutong Ateuh,” kata putra almarhum Teungku Bantaqiah itu.
12 Rabiul Awal, puncak perayaan maulid digelar di Beutong Ateuh sehari penuh. Pukul sembilan pagi, seluruh penduduk kampung bergegas pergi ke meunasah. Di surau itu warga lantas melafalkan zikir serta selawat—kerap disebut dike molod.
Beda dengan daerah lain di Aceh, zikir di Beutong Ateuh tak diiringi gerakan tubuh atau lingiek. Doa-doa itu pun dilafalkan tanpa pengeras suara. “Supaya semua warga turut melafalkan zikir bersama-sama,” kata Teungku Malikul.
Zikir maulid ini jeda sejenak menjelang Zuhur. Warga kemudian makan bu leukat (nasi beras ketan). Selepas salat, zikir berlanjut lagi hingga Asar. “Barulah warga dibagikan nasi maulid,” katanya.
Menurut Teungku Malikul, tradisi ini bukan di Blang Meurandeh saja, tapi juga berlangsung di tiga gampong lain dalam Kecamatan Beutong Ateuh. Kampung ini berada di pelosok dan dikelilingi kawasan hutan, dekat perbatasan Aceh Tengah.
Secara umum di Aceh, perayaan maulid berlangsung seratus hari atau tiga bulan sepuluh hari sejak 12 Rabiul Awal. Kenduri dipusatkan di masjid atau meunasah. Warga membawa hidang maulid—yang bentuknya khas— berisi nasi lengkap lauk buat disantap bersama-sama.
Tradisi ini berlangsung ratusan tahun sejak masa Kesultanan Aceh Darussalam dan terus dirawat sampai kini. Tiga bulan masa kenduri maulid dalam kalender Aceh tercatat sebagai bulan Maulod Awai, Maulod Teungoh, dan Maulod Akhe. Selama musim maulid, hampir tiap hari ada kenduri di masjid berbeda.[]