BerandaNewsKhasKisah Korban Rumoh Geudong: Si Cuak Sadis dan Bercak Darah di Pohon...

Kisah Korban Rumoh Geudong: Si Cuak Sadis dan Bercak Darah di Pohon Kelapa (5)

Published on

Temuan Tim Pencari Fakta DPR RI, hampir 50 persen kasus tindak kekerasan yang terjadi di Pidie, dilakukan di sebuah tempat yang disebut sebagai Pos Sattis Bilie Aron di Rumoh Geudong, Glumpang Tiga.

Naskah ini dikutip utuh dari buku ‘FAKTA BICARA: Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005’ yang diterbitkan pada April 2011 oleh Koalisi NGO HAM Aceh, dipimpin oleh Evi Narti Zain. Sementara Adi Warsidi dan Nashrun Marzuki menjadi editor buku itu: bertugas dari perencanaan sampai mengawal reportase yang dilakukan Kahar Muzakar dan Mellyan.

Kisah ini kami tampilkan bukan untuk mengungkit luka lama, saat konflik Aceh masih mendera, tapi untuk pembelajaran agar perang tak berulang.

Kisah Korban Rumoh Geudong: Banyak Orang ‘Ditanam’ di Pekarangan Rumah (4)

***
Setelah Ridwan keluar dari Rumoh Geudong, Kaoy Yakob masih menjalani siksaan. Laki-laki berumur 65 tahun ini (saat buku ini dirilis 2011) dibebaskan Agustus 1998 beberapa hari sebelum Rumoh Geudong dibakar massa.

Ia dituduh menyimpan senjata dan menembak anggota Koramil. Karena beberapa waktu sebelumnya, terjadi pembunuhan terhadap anggota Koramil. Ia dibebaskan begitu saja tanpa sebab. Sebelum bebas pelaku menanyakan hari itu hari apa.

“Hari Meugang,” jawabnya.
“Mau pulang,” tanya tentara.
“Mau.”

Kemudian ia dibebaskan bersama dua tawanan lainnya. Waktu itu hampir Magrib. Mereka juga pulang dengan ancaman agar tidak memberitahu siksaan yang mereka alami di Rumoh Geudong. Jika rahasia itu terbongkar mereka akan diambil kembali.

Bekas-bekas penyiksaan masih dapat dilihat sampai sekarang. Bahkan ada bagian tubuhnya yang mati rasa, “mau dipukul, dipatahkan, tapi enggak terasa,” ujar Kaoy.

Dengan kondisi sakit-sakitan, ia tetap tetap ke sawah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Rahman pernah mendapat bantuan sebesar Rp 700.000, tapi uang tersebut tidak cukup untuk berobat.

***
Temuan Tim Pencari Fakta DPR RI, hampir 50 persen kasus tindak kekerasan yang terjadi di Pidie, dilakukan di sebuah tempat yang disebut sebagai Pos Sattis Bilie Aron di Rumoh Geudong, Glumpang Tiga.

Hingga Juli 1998 Komandan pos tersebut adalah Lettu (Inf) Sutarman, yang menggantikan Dan Pos Sattis Bili Aron sebelumnya. Pos tersebut beranggotakan enam personel, membawahi tiga Kecamatan Glumpang Tiga, Kembang Tanjong, dan Bandar Baru yang semuanya terletak di Kabupaten Pidie.

Rumoh Geudong terdiri dari beberapa ruang; ruang makan, kamar mandi/wc, dilengkapi televisi, video player dan beberapa perabot rumah lainnya.

Suasana terkesan gelap dan terdapat beberapa kamar kecil, disekat-sekat berjumlah delapan kamar, kamar tahanan diberi nama dengan nama hewan seperti Bilik Anjing, Kerbau, Harimau, Monyet, Kambing, dan sebagainya.

Di ruang-ruang kecil inilah penyiksaan terjadi. Di sisi-sisinya terlihat beberapa benda, seperti balok kayu, kabel listrik. Rumah terkesan sepi dan baru saja dibersihkan oleh aparat ketika TPF Komnas HAM datang 21 Agustus 1998.

Ketika Anak Korban HAM Cerita Ayahnya Ditembak ke Presiden Jokowi

Samsidar, seorang aktivis perempuan yang pernah mengunjungi tempat tersebut sebelum dibakar masih ingat darah yang menempel di pohon kelapa di halaman Rumoh Geudong. Ia juga melihat speaker terpasang di pepohonan. Speaker tersebut berguna untuk meredam teriakan korban saat terjadi penyiksaan.

Di halaman rumah juga terdapat beberapa kolam yang menurut Samsidar digunakan untuk menyiksa korban.

Menurut para korban, Rumoh Geudong berbentuk rumah panggung khas rumah adat Aceh. Di bagian belakang ada bangunan besar sehingga masyarakat menamakannya Rumoh Geudong. Geudong dapat diartikan besar atau rumah orang kaya.

Rumoh Geudong berbentuk seperti dua rumah yang digabungkan, sehingga sangat besar. Ada tempat duduk yang biasa disebut panteu di tengah rumah, di bagian belakangnya ada meja dan tiang-tiang besar, di dekat tiang itulah tawanan disiksa.

Rumah ini sejak tahun 1990 dijadikan sebagai markas militer dan sebagai tempat dilakukannya berbagai tindak kekerasan di Kabupaten Pidie. Tim Komnas HAM yang dipimpin Baharuddin Lopa datang pada tanggal 21 Agustus 1998, dibantu oleh masyarakat menyisir halaman Rumoh Geudong yang berukuran lebih dari 150 x 180 meter.

Tim Komnas HAM menemukan serpihan tulang jari kaki, tangan, rambut, dan rantai. Namun tidak menemukan satupun kerangka manusia di sana.

Ketika melakukan penyisiran ini, tim Komnas HAM tidak bertemu dengan Komandan Sattis Kopassus. Sekitar pukul 15.00 WIB tim komnas HAM meninggalkan lokasi. Entah siapa yang memulai, tiba-tiba masyarakat marah dan akhirnya Rumoh Geudong itu dibakar oleh massa. Namun sebagian menyebutkan yang memerintahkan membakar tempat penyiksaan tersebut adalah Ghazali Abbas yang saat itu menjabat sebagai anggota DPR RI.

Rumoh Geudong, pada awalnya merupakan rumah seorang ulee balang yang sebenarnya diwarisi oleh cucunya bernama Almarhum T A Rahman Ahmad yang bertugas di PTP IX Sumatera Utara.

Karena kakaknya sudah meninggal, rumah itu dialihkan kepada adiknya yang bernama Djaffar Ahmad (Pensiunan Dinas perkebunan Aceh Timur) yang saat ini tinggal di Glumpang Minyeuk tak jauh dari Rumoh Geudong. Karena Djaffar sakit-sakitan, pengelolaan rumah tersebut dialihkan kepada anaknya yang bernama Cut Mayda Wati, Perawat Puskesmas di Geulumpang Minyeuk.

Rumoh tersebut awalnya dijaga oleh seorang pembantu, sejak tahun 1990 rumoh tersebut mulai ditinggali oleh aparat TNI setelah meminta izin kepada penjaga rumah untuk dijadikan sebagai Pos Sattis Bilie Aron.

Sejak tahun 1990 sudah tercatat tujuh orang Komandan Sattis bersama anak buahnya tinggal di sana. Pada tahun 1998, rumoh tersebut dihuni oleh Lettu Sutarman (April-21 Agustus 1998), sebagai komandan pos, menggantikan Letda Umar (yang hanya bertugas 10 hari). Komandan Pos (Danpos) tersadis menurut beberapa korban adalah Lettu Partono.

Selama masa tiga Danpos itu, wakilnya adalah Sasmito. Dalam operasi tersebut, aparat umumnya didampingi oleh beberapa TPO (Tenaga Pembantu Operasi) seperti Ismail alias Raja warga Titeue Keumala yang terkenal sangat sadis. Tetapi setelah Kopassus ditarik dari sana, TPO telah kabur dari kampungnya.

Tamat

Follow konten ACEHKINI.ID di Google News

Artikel Terbaru

FKIJK Aceh Run 2025 Diluncurkan, Dukung Sport Tourism Lewat Fun Run

Forum Komunikasi Industri Jasa Keuangan (FKIJK) Aceh dengan bangga meluncurkan FKIJK Aceh Run 2025....

Aksi Bersih Sungai dan Tanam Pohon Warnai Wisuda SJL Aceh 

Aksi bersih sungai dan tanam pohon mewarnai rangkaian agenda Camping Jurnalistik Lingkungan (CJL) 2025...

Penyelundup BBM di Subulussalam Diserahkan ke Jaksa

Penyidik Kepolisian Resor Subulussalam telah menyerahkan tersangka DS (36 tahun) beserta barang bukti kasus...

PSPS vs Persiraja: Laskar Rencong Bawa 19 Pemain Tanpa Andik dan Hamdi

Skuad Persiraja Banda Aceh sudah tiba di Pekanbaru dengan membawa 19 pemain untuk melakoni...

Longsor di Bener Meriah, Dua Warga Meninggal Tertimbun

Tanah longsor terjadi di Dusun Uning Bertih, Desa Pante Raya, Kecamatan Wih Pesam, Bener...

More like this

FKIJK Aceh Run 2025 Diluncurkan, Dukung Sport Tourism Lewat Fun Run

Forum Komunikasi Industri Jasa Keuangan (FKIJK) Aceh dengan bangga meluncurkan FKIJK Aceh Run 2025....

Aksi Bersih Sungai dan Tanam Pohon Warnai Wisuda SJL Aceh 

Aksi bersih sungai dan tanam pohon mewarnai rangkaian agenda Camping Jurnalistik Lingkungan (CJL) 2025...

Penyelundup BBM di Subulussalam Diserahkan ke Jaksa

Penyidik Kepolisian Resor Subulussalam telah menyerahkan tersangka DS (36 tahun) beserta barang bukti kasus...