Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPR) Aceh, Saiful Bahri alias Pon Yaya berkesempatan melepas tukik atau anak penyu jenis belimbing dan lekang bersama mayarakat di Pasie Lambaro, Gampong Gugop, Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Sabtu (11/3/2023).
Dia mengajak masyarakat untuk senantiasa menjaga kelestarian penyu di seluruh wilayah Aceh. “Penting kita selamatkan (penyu),” ujarnya.
Ia mengatakan dunia menaruh perhatian pada konservasi di Aceh yang salah satunya penyelamatan penyu. “Semangat gotong royong masyarakat agar terus ditingkatkan. Dengan demikian hal-hal positif dalam rangka konservasi seperti ini bisa terus terlaksana,” katanya.
Pon Yaya juga meminta agar masyarakat Pulo Aceh agar menyusun konsep konservasi agar nantinya bisa ia bawa dalam parlemen Aceh. “Saya berharap masyarakat bisa buat satu rencana tertulis, apa yang harus dibantu Pemerintah Aceh. Insyaallah akan kita kawal,” ujar Pon Yaya.
Pon Yaya melanjutkan, kegiatan pelepasan tukik selain upaya pelestarian satwa, juga menjadi daya tarik wisata. Penyu menjadi satwa yang sangat sulit untuk berkembang biak. Sebuah riset menyebutkan jika dari seribu tukik yang menetas, hanya satu yang kembali untuk bertelur di lokasi ia menetas. “Dan butuh 30 tahun bagi ia (penyu) untuk kembali kemari dan bertelur,” ujar Pon Yaya.
Sementara itu, Kris Handoko dari Badan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang wilayah kerja Aceh, mengatakan apa yang dilakukan masyarakat dan Lembaga Ekowisata Pulo Aceh (LEPA) merupakan sebuah torehan sejarah. “Kami bangga dengan apa yang dilakukan kelompok LEPA ini. Mereka berhasil menetaskan penyu dan hari ini melepasliarkan kembali ke laut,” ujar Kris.
Pada proses pelepasan tukik tersebut, ratusan masyarakat datang untuk menyaksikan. Sekitar lima puluhan lebih tukik kemudian dilepas oleh sebagian besar anak-anak. Mereka, kata Kris menjadi saksi sejarah nantinya. Di mana jika tukik-tukik itu selamat di lautan, maka sekitar tiga puluhan tahun lagi, penyu dewasa akan kembali ke tempat ia menetas. []