Ulama asal Jeunieb, Kabupaten Bireuen, Teungku Muhammad Yusuf atau familiar dengan nama Abiya Jeunieb berkunjung ke rumah Tarmizi Abdul Hamid alias Cek Midi di Gampong Ie Masen Kayee Adang, Kota Banda Aceh, Kamis (10/8/2023).
Di rumah Cek Midi sekaligus sekretariat Rumoh Manuskrip Aceh, Abiya Jeunieb menghabiskan waktu tiga jam membaca sejumlah manuskrip. Naskah tua itu ditulis dalam bahasa Arab dan Melayu dengan huruf Arab (Jawi).
“Ini perlu dipikirkan bersama-sama bagaimana agar ratusan naskah ini dapat diterjemahkan ke dalam bahasa kekinian untuk kemudian dibukukan dan dibagi-bagi ke seluruh dayah yang ada di Aceh,” kata Abiya Jeunieb.
Abiya Jeunieb membaca manuskrip mengenai sejarah Aceh, budaya, maupun pendidikan Islam. Ia terkesima saat melihat mushaf Al-Qur’an bertinta emas yang ditulis pada abad ke-17 Masehi.
Manuskrip lain yang dibaca Abiya adalah kitab Mir-atul Thullab, atau judul lengkapnya ialah Mir-atul Thullab fi Tas-hil al-Ma’rifat al-Ahkam wal Syari’ah lil Malik al-Wahhab karangan Syeikh Abdul Rauf bin Ali al-Jawi al-Singkili (1592-1693 M).
Setelah membaca manuskrip itu, Abiya mengatakan, kajian cendekiawan saat ini, ternyata duluan dikaji ulama Aceh masa lalu. Misal, penerapan sistem ekonomi syariah.
“Tinggal sekarang meramu kembali pemikiran-pemikiran ulama dulu, baik ekonomi syariah, baik kitab ibadah karangan Syekh Nuruddin Ar-Raniry dalam kitab As Shiratal Mustaqim, dan petuah-petuah untuk Aceh lainnya, yang hingga sekarang kita tidak mengetahui karena sumber primer dari peninggalan ulama ini sudah langka dan sulit ditemukan,” kata Abiya.
Cek Midi menyampaikan penghormatan yang tinggi atas kehadiran Abiya Jeunieb ke rumahnya. “Ini luar biasa, penghormatan yang tak terhingga kepada guru kita Abiya Jeunib yang bersedia memenuhi undangan saya di tengah ketatnya jadwal beliau mengisi ceramah di Aceh,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Filolog Aceh Hermansyah mengimbau warga Aceh yang menemukan manuskrip tapi tak memahami isinya dan belum mampu merawatnya agar menyimpannya di Rumoh Manuskrip Aceh.
Di Rumoh Manuskrip Aceh, kata dia, semua karya ilmiah cendekiawan muslim masa lalu akan dikaji untuk kemudian diterjemahkan ke dalam naskah kekinian agar dapat dipahami oleh generasi masa kini.[]