BerandaOpiniYang Muda di Aceh: Perawat Damai Penuh Semangat, Jika Tidak Diatur-atur Belaka

Yang Muda di Aceh: Perawat Damai Penuh Semangat, Jika Tidak Diatur-atur Belaka

Published on

Oleh: Ati Nurbaiti

Banda Aceh tampak sibuk dan meriah sampai larut malam, padahal katanya sudah berlaku jam malam. Kedai masih penuh termasuk kaum perempuan bahkan yang bercadar. Perempuan harusnya sudah masuk rumah jam 10 malam dan kedai harus tutup tengah malam.

“Sudah bayar pajak, jam buka dikurangi pula,” demikan protes para pemillik, kata teman saya yang ikut sibuk di suatu kedai juga, yang tadinya buka sampai pukul 3 dini hari.

Banyak orang dalam perjalanan yang baru sampai ibu kota Aceh malam atau dini hari, yang tentu mencari tempat istirahat dan isi perut. Memang tak ada lagi ketakutan peluru nyasar; namun saya yang dari sekitar Jakarta berpikir, banyak kali uang para pengusaha “kecil” ini, harus bayar karyawan berapa shift?

Hampir 20 tahun setelah penandatanganan MoU Helsinki, orang-orang tua ingin mengatur “Serambi Mekkah” dengan identitas Islami, yang muda tampaknya ingin menegaskan mereka sudah maju dan merdeka tanpa perlu banyak aturan rinci.

Orang-orang tua juga ingin Aceh maju tanpa terlalu gaduh; mungkin karena bersiap untuk tahun Pemilu dan Pilkada yang akan menguras tenaga lagi tahun depan, di atas segala persoalan sehari-hari. Namun tampaknya yang muda tetap menunjukkan sikap di mana perlu; setidaknya demikan kesan yang muncul ketika saya mengikuti konferensi internasional tanggal 14-16 Oktober di UIN Ar-Raniry, yang tuan rumahnya Fakultas Syariah dan Hukum dan Asia Muslim Action Network (AMAN) Indonesia.

Rektor Prof. Dr Mujiburrahman menyambut ratusan tamu asing dan Indonesia, yang menonton video tentang kemajuan kampus. Perwakilan pimpinan pusat Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah turut mengantar tema konferensi, “Inklusi agama dan membangun perdamaian di dunia: Perspektif Muslim”.

Kampus UIN terkesan berbeda dibandingkan tahun 2015  ketika seorang dosen  dituduh murtad setelah ia mengajak mahasiswa ke gereja, sebagai bagian mata kuliah hubungan gender dalam ajaran berbagai agama. Dr. Rosnida Sari pun terpaksa pindah dari Aceh ketika itu karena sudah sangat tidak nyaman.

Para aktivis sudah lama mengatakan mereka harus berhati-hati jika tidak ingin mendapat tuduhan seperti menghina Islam. Namun setidaknya panggung “Open Mic” dan sesi lain di UIN itu menghadirkan laki-laki dan perempuan dari berbagai negara yang dengan santai menyampaikan pendapatnya tentang berbagai hal termasuk yang menyinggung agama.

Khalida Zia, pemimpin gerakan The Leader di kalangan muda Aceh,  termasuk pembicara dalam sesi khusus kaum muda. Ia pun mengungkap sedihnya melihat temannya yang pindah atau ingin pindah keluar propinsi, terutama yang Muslim, karena merasa tertekan aturan-aturan sosial tentang penampilan dan prilaku, walau pun suasana ibukota tampak santai.

Program The Leader seperti “Aku Berani Cerita” berusaha meningkatkan kepercayaan dan kreatifitas ribuan anak muda dari berbagai latar belakang, menurut Khalida; juga untuk menyumbang tenaga dan pikiran mereka untuk pemulihan masyarakat paska konflik dan bencana luar biasa.

Tampaknya ruang yang cukup nyaman untuk berekspresi dapat mendorong semangat yang muda untuk merawat damai selain mengembangkan diri. Sekelompok peserta muda dalam konferensi tersebut membahas bagaimana mereka bisa lebih berperan, selain sibuk menjadi anggota event organizer di bawah arahan orang-orang tua.

Dari panggung, Ketua Dewan Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar Raniry, Aliyul Himam, menuntut tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan perdamaian berkelanjutan di Aceh, agar tidak lepas tangan sesudah Helsinki;  Aceh masih termasuk propinsi termiskin di republik, katanya, walaupun kemiskinan sudah menurun.  Korban konflik dan masyarakat Aceh mungkin “memaafkan tapi tidak melupakan” apa yang dialami selama puluhan tahun, tutur Aliyul, walau pun terjadi upaya penghancuran bukti seperti Rumoh Geudong.

Generasi mudalah yang bisa dan harus aktif dalam pemulihan masyarakat, demikian mahasiswa lain, Latifanny Yulanar, mengingatkan. Peran warga muda terbukti sangat kuat contohnya, seperti ketika ratusan ribu warga turun ke jalan dipimpin tokoh-tokoh muda dalam tuntutan referendum akhir 1999.

Cak Nun, Aceh, dan Pertanyaan yang Belum Terjawab

Pernyataan singkat para mahasiswa ini tentu tidak baru untuk masyarakat Aceh, namun tetap penting mengingatkan dukungan pemerintah dan komunitas internasional yang begitu bersemangat mendukung awal perdamaian Aceh. Langkah bersejarah pun terjadi dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh, yang kini bersiap segera mengeluarkan laporan pertanggungjawabannya di tengah berbagai hambatan termasuk yang paling menyedihkan, yaitu tuduhan korupsi pada para komisioner.

Pembicara muda lain juga mengungkap inisiatif anak muda yang tidak hanya galau dan frustrasi terhadap warisan orang-orang tua yang bisa berdampak suramnya masa depan mereka. Aksi mereka bukan tanpa resiko; tidak saja di daerah konflik, tapi juga dalam masyarakat dengan tafsiran agama yang kaku.

Dari Pakistan, Haya Hareem memperkenalkan Al Hareem Islamic Center di mana kaum perempuan bisa belajar dengan nyaman, di tengah keyakinan sebagian Muslim bahwa perempuan tidak boleh belajar selain agama dan tidak boleh bergiat di luar rumah.

Pembicara dari Myanmar, Nadi Moe Htet, menjelaskan “Gerakan Sarung”, sebuah aksi unik para perempuan yang menggantung tinggi-tinggi sarung warna warni mereka di tengah jalan dalam demonstrasi. Untuk apa? Ternyata aksinya cukup efektif menghalau tentara dan polisi di beberapa daerah yang meyakini kepercayaan lokal, bahwa berjalan di bawah sarung perempuan dapat menghilangkan kejantanan mereka.

Di sesi lain, wanita muda Vevi Maghfiroh dari Cirebon, Jawa Barat, mempresentasikan medianya bernama mubadalah.id, yang menyebarkan nilai-nilai Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), yaitu jaringan ulama dengan perspektif gender yang lahir tahun 2017.  Salah satu isu yang diangkat adalah topik perempuan bekerja; dari dulu memang perempuan harus agak “badak” kuping dan kulitnya apalagi bila dikatakan melanggar ajaran agama bahwa hanya laki-laki yang bisa mencari nafkah.

Menurut Vevi, mubadalah.id mengingatkan publik untuk tidak hanya menuruti dogma agama yang disiarkan para “ahli”; belajar juga sejarah Islam dan keluarga Nabi Muhammad, katanya, yang memperlihatkan kegiatan istri-istri Nabi dalam usaha ekonomi maupun dalam upaya belajar Islam.

Mendengarkan kaum muda selalu mencerahkan, terlebih di tengah pergulatan politik jelang pemilu. Semoga kita bisa ingat untuk tidak terus menambah warisan yang menyusahkan anak cucu, seperti korupsi serta upaya menghapus dan menekan kebenaran, selain membungkam kata hati mereka. []

Penulis adalah wartawan lepas. Sebagian tulisan di atas dipakai untuk opini yang dikirimkan ke harian The Jakarta Post.

Follow konten ACEHKINI.ID di Google News




Artikel Terbaru

Sebanyak 319.255 Pelamar CPNS Kemenag Lolos Seleksi Administrasi

Kementerian Agama (Kemenag) RI mengumumkan pelamar yang lolos seleksi administrasi Calon Pegawai Negeri Sipil...

Atap Venue Menembak PON Jebol, Pj Gubernur Aceh: Diprediksi Tak Selesai, Tapi Dimodifikasi

Atap venue menembak Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI di Lapangan Tembak Rindam Iskandar Muda,...

PMI Kota Banda Aceh Gelar Apel dan Aksi Peduli Lingkungan Peringati HUT ke-79

Dalam rangka memperingati HUT Palang Merah Indonesia (PMI) ke-79, pengurus PMI Kota Banda Aceh...

Venue PON di Aceh Terimbas Hujan Badai, Beberapa Pertandingan Ditunda

Beberapa venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatra Utara di Aceh terdampak cuaca buruk...

Peringati Maulid, Pj Gubernur Safrizal Ajak Warga Teladani Rasulullah untuk Membangun Aceh

Penjabat Gubernur Aceh Safrizal ZA memberikan sambutan dalam peringatan Maulid Nabi  Muhammad SAW 1446...

More like this

Sebanyak 319.255 Pelamar CPNS Kemenag Lolos Seleksi Administrasi

Kementerian Agama (Kemenag) RI mengumumkan pelamar yang lolos seleksi administrasi Calon Pegawai Negeri Sipil...

Atap Venue Menembak PON Jebol, Pj Gubernur Aceh: Diprediksi Tak Selesai, Tapi Dimodifikasi

Atap venue menembak Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI di Lapangan Tembak Rindam Iskandar Muda,...

PMI Kota Banda Aceh Gelar Apel dan Aksi Peduli Lingkungan Peringati HUT ke-79

Dalam rangka memperingati HUT Palang Merah Indonesia (PMI) ke-79, pengurus PMI Kota Banda Aceh...