Salah seorang santri Ma’had Aly Dayah MUDI Mesra Samalanga, Aceh, Saidil Mukammil Bawarith mendapat undangan ke Thailand oleh International Institute of Peace and Development Studies (IIPDS), yang bermarkas di Nongchok, Bangkok, Thailand.
Dia menyampaikan presentasi terkait damai Aceh di forum Youth for Peace Empowering The Next Generation For Humanitarian Action (Pemuda untuk Perdamaian Memberdayakan Generasi Penerus untuk Aksi Kemanusiaan), dalam program Youth Capacity Building Workshop, mulai 12 sampai 16 Agustus 2023.
“Saya diundang oleh International Institute of Peace and Development Studies untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pemuda perdamaian yang di dukung oleh Korea Democracy Fondation dan Asian Resource Foundation di Bangkok,” katanya dalam keterangan tertulis kepada media, Selasa (15/8/2023).
Lokakarya pemuda perdamaian tersebut dihadiri oleh sejumlah peserta dari Srilanka, Indonesia, Thailand, dan Myanmar dengan narasumber utama Prof Chaiman Rajchagool dan Mr. M. Abdus Sabur
Dalam presentasinya, Saidil bercerita tentang MoU Helsinki, yang ditandatangi pada tanggal 15 Agustus 2005 lalu. Hari damai Aceh perlu menjadi refleksi bagi pemuda di Aceh dan manca negara tentang pentingnya proses dan saling menjaga perdamaian.
Selain itu, Saidil Mukammil dan kawan-kawan lainnya dari berbagai negara, turut dibahani materi tentang pembangunan perdamaian, transformasi konflik ke damai, teknik negosiasi dan rekonsiliasi dan pertukaran pikiran untuk menciptakan solusi praktis menekan permasalahan sosial masyarakat.
“Kegiatan seperti ini, mempertemukan anak-anak muda dari berbagai negara dalam satu forum untuk menciptakan generasi baru pekerja perdamaian, dan negosiator perdamaian menuju pencegahan konflik dan pemajuan serta pemeliharaan perdamaian di Asia yang terdiri dari multi-etnis, agama dan budaya” lanjut Saidil Mukammil.

Menurut Saidil Mukammil, hal terpenting dari kegiatan seperti ini adalah membuka ruang pembelajaran bagi generasi muda tentang hak asasi manusia dan perdamaian serta saling berbagi cerita permasalahan budaya yang dihadapi di negara masing-masing.
“Kita belajar bagaimana menghargai persatuan dan kesatuan negara. Mustahil perdamaian diciptakan dengan metode one nation one state. Misalnya Indonesia yang memiliki 1.340 suku kemudian dibagi menjadi 1340 negara karena perbedaan suku. Tetapi Indonesia harus dibangun dengan berbagai perbedaan tapi tanpa menganggap itu sebagai sebuah perbedaan” urai Saidil.
Menurutnya pada kesempatan tersebut, Prof. Chaiman Rajchagool ikut menyampaikan bahwa perdamaian tidak bisa tercipta dengan konflik atau peperangan, tetapi perdamaian tercipta dengan mendengar dan saling peduli.
Mr. M. Abdus Sabur, Sekjen Asian Resources Fondation sekaligus penyelenggara workshop ini juga menyampaikan pesan kepada para pemuda, agar ilmu dan pengalaman didapatkan di sini dapat disampakan untuk para pemuda dan masyarakat di tempat asal. []