Berawal dari pengalaman kurang baik dari layanan laundry, Suhil Alfata merintis usaha layanan cucian dengan konsep digital. Pria 28 tahun itu memilih mendirikan bisnis laundry online berbasis aplikasi di telepon seluler.
Untuk mewujudkan impiannya, pria kelahiran Keulibeut, Kabupaten Pidie, itu keluar dari sebuah perusahaan di Jakarta, yang menggajinya puluhan juta rupiah perbulan.
“Harusnya kalau pergi ke laundry itu lebih bersih dari cuci di rumah. Tapi ketika di laundry itu bajunya sering hilang,” ujar Suhil kala berbincang dengan acehkini, di usaha laundry-nya, Jalan Angsa No 18, Desa Batoh, Banda Aceh, Sabtu (13/4/2019).
Pengalaman buruknya itu membuat ia bermimpi mendirikan usaha laundry yang menerapkan teknologi terbaru supaya memudahkan pengguna jasa dan pekerja.
Mimpi itu kemudian ia wujudkan pada 26 Januari 2019 dengan mendirikan usaha bernama Nyuciin Laundry berbasis daring pertama di Aceh.
Suhil butuh waktu hingga tiga bulan untuk merancang aplikasi di telepon seluler. Lulusan Teknik Informatika Politeknik Aceh, itu akhirnya membuat konsep aplikasi laundry yang bisa menerima antar-jemput cucian melalui aplikasi.
“Untungnya karena basic saya progammer, saya bisa buat sendiri aplikasinya,” tutur dia.
Setelah aplikasi selesai, Suhil kemudian membeli peralatan mencuci: mesin cuci, mesin pengering, dan setrika uap. Ketika semuanya siap, baru selanjutnya dia menjalankan bisnisnya di sebuah toko berlantai dua di Batoh, Banda Aceh.
Cara menggunakan aplikasi Nyuciin Laundry juga sangat mudah dan bisa diunduh di Play Store. Pengguna tinggal klik order agar cucian diantar-jemput hingga ke rumah.
Jika cucian sudah selesai, maka akan diantar kembali. “Selain antar jemput, pengguna bisa lihat status order masih dicuci atau udah selesai,” ujar Suhil.
Dengan layanan berbasis aplikasi, kata Suhil, mampu mengatasi persoalan baju pelanggan tertukar atau hilang. Misalnya, jika ada pekerja yang salah meletakkan baju, maka sistem aplikasi akan melacak saat baju itu diambil oleh pekerja.
“Kalau ada apa-apa kita tau, yang tanggung jawab sama baju itu siapa,” kata dia.
Untuk itu, satu pekerja biasanya mencuci hingga menyetrika baju dari seorang pelanggan. Selain itu, aplikasi tersebut memudahkan pekerja untuk melihat data jumlah pelanggan, jumlah kiloan, dan keuntungan.
Dalam sehari, Nyuciin Laundry dua kali mengantar-jemput cucian. Biayanya Rp 8 ribu sudah termasuk ongkos antar-jemput seluruh Kota Banda Aceh atau Rp 7 ribu jika pelanggan mengantarnya ke toko.Untuk antar-jemput, Suhil menyediakan sebuah becak motor.
Kendati demikian, tidak semua order bisa diantar-jemput. Pengguna baru bisa antar-jemput dengan mengorder minimal 4 kilogram.
“Target saya itu bukan mahasiswa. Tapi lebih orang yang sudah berkeluarga dan tidak bisa pergi ke laundry,” ujar dia.
Hingga berjalan bulan ketiga, Suhil mengaku mendapat omzet sekitar Rp 25-30 juta perbulan. Sementara laba bersihnya, sekitar 40-50 persen dari jumlah itu. Saat ini, Suhil memperkerjakan 4 orang: seorang di bagian cuci, setrika dua orang, dan seorang di bagian antar jemput.
“Saya sebelumnya tidak punya pengalaman laundry, saya sering belajar di YouTube. Target ke depannya ingin ekspansi ke kota lain,” lanjutnya.
Keluar dari Zona Nyaman
Alasan Suhil mendirikan laundry online karena sering diejek teman kerjanya di Jakarta. Temen satu pekerjaannya di web developer menganggap kampung halamannya Aceh, masih belum modern.
“Mikirnya Aceh itu orang masih tinggal di sawah, tinggal di hutan. Di situ saya berpikir, wah itu nggakk benar,” ujarnya.
Setelah itu, dia pulang ke Aceh dan keluar dari sebuah perusahaan tempatnya bekerja di Jakarta. “Padahal kerjanya udah nyaman,” kata Suhil. Dia menyebut, gajinya saat itu berada pada kisaran Rp 10 juta perbulan. “Dan itu kemungkinan bertambah.”
Dengan tekat yang bulat, ia kembali ke Aceh pada tahun 2017. “Saat itu saya juga ada momen yang kayak, udah cukup kerja di tempat orang, inginnya membangun Aceh,” katanya.
Pernah Gagal
Setiba di Aceh, Suhil tidak langsung mendirikan laundry. Tetapi dengan keahlian merancang aplikasi, dia membuat aplikasi antar-jemput orang, bernama Jakpekan. “Saya bikin aplikasi buat antar-jemput orang dan makanan saat masih di Jakarta,” ujarnya.
Saat itu, Jakpekan telah memiliki member sebanyak 20 orang yang bertugas mengantar-jemput. Namun, usaha layanan online itu hanya sanggup bertahan tak lebih dari setahun.
Penyebabnya, saat perusahaan antar-jemput milik Jakarta masuk ke Aceh, Jakpekan mulai lesu. “Mereka masuk ke Aceh, Jakpekan kelar.”
Meski Jakpekan kelar, Suhil tak patah semangat. Ia kemudian mendirikan usaha laundry berbasis aplikasi. Namun, untuk usaha ini dia harus sanggup menahan ejekan dari teman-temannya.
“Misalnya, dikatain tukang cuci ya? Ini dulu kerja di sini sekarang kok udah jadi tukang cuci. Padahal kita buatnya profesional dan beda dengan laundry-laundry lainnya,” tutur Suhil. []