BerandaNewsKhasNasib Warga Aceh Ditinggal Bank Nonsyariah: Uang Raib hingga Ribet Transfer (2)

Nasib Warga Aceh Ditinggal Bank Nonsyariah: Uang Raib hingga Ribet Transfer (2)

Published on

Antrean padat nasabah bank konvensional hampir di seluruh kantor cabang di Aceh terjadi pada pertengahan Agustus 2020 lalu. Padahal, saat itu, masih masa-masa awal pandemi Covid-19 merebak.

Pemerintah saat itu membatasi mobilitas masyarakat. Tetapi, kebanyakan warga Aceh malah berbondong-bondong keluar rumah demi mengurus rekening mereka di bank. Alasannya, penerapan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) segera berlaku efektif pada Januari 2021. Lantas apa artinya?

Bagi warga yang menjadi nasabah bank konvensional, maka mereka harus menutup rekening bank konvensional dan bersulih ke layanan bank syariah. Atau tetap mempertahankan rekening nonsyariah mereka tetapi berpindah ke kantor cabang di luar Aceh. Wajar, migrasi besar-besaran nasabah menjadi tak kenal pandemi.

Pasalnya, Qanun LKS mewajibkan seluruh transaksi keuangan di Aceh harus berprinsip syariah. Sedangkan mereka yang tak memiliki layanan syariah terpksa ‘angkat kaki’ dari Serambi Makkah. “Meskipun di dalam Qanun LKS tidak ada perintah mengusir bank konvensional,” terang Ketua Badan Legislasi DPR Aceh Mawardi alias Teungku Adek kepada acehkini, Kamis (5/1).

Asrul Siddiq, warga Aceh yang baru kembali ke Indonesia dari Australia, mengaku terimbas kepergian bank konvensional. Ia kehilangan sejumlah uang dalam rekening ketika migrasi besar-besaran itu terjadi.

Pasalnya, pada pertengahan 2019, Asrul yang sedang kuliah di Australia menerima transfer uang dari tempatnya kerja sebelum ke luar negeri. Ia tak tahu kiriman uang itu hingga kelak kembali ke Aceh.

Nahas, setiba di Aceh pada 2022, saat ia ingin menarik dananya, bank konvensional tempat ia menyimpan uang sudah tidak ada lagi di Aceh. Ia pun diminta ke kantor cabang bank tersebut di Sumatra Utara.

Saat batas akhir bank konvensional berakhir, Asrul tak sempat mengurus rekeningnya karena masih berada di Australia. Ia juga tak sempat mudik karena pandemi membatasi ketat mobilitas masyarakat di seluruh dunia.

“Saat pergi ke sana (kantor cabang bank di Sumut) dikatakan uang saya sudah habis, terpotong administrasi hampir tiga tahun. Gara-gara peralihan ini, uang saya hilang sendiri,” keluhnya.

Beberapa pekerja lepas (freelance) daring di Banda Aceh juga ikut mengeluh. Mereka yang menerima bayaran dari luar negeri mengaku keribetan, karena pilihan transfer belum mencantumkan bank syariah.

Itu sebabnya sebagian dari mereka memilih tetap menjadi nasabah bank konvensional. Mereka bahkan ikhlas harus ke provinsi seberang demi mengurus administrasi yang repot.

Kembalikan Bank Konvensional

Di tengah ramainya keluhan warga kesulitan bertransaksi keuangan, sayup-sayup terdengar usulan untuk mengundang kembali bank konvensional ke Aceh. Jalan ini bisa ditempuh dengan merevisi Qanun LKS.

Mawardi menuturkan, tahun lalu ada pihak yang mengajukan revisi Qanun untuk mendatangkan kembali bank konvensional di Aceh. Usulan itu tinggal kenangan dan tidak dibahas lebih jauh di DPR karena tak melampirkan kajian akademik. “Sementara, di tingkat eksekutif dan legislatif sepakat bahwa di Aceh, transaksi keuangan harus berprinsip syariah,” kata Mawardi.

Walaupun, secara umum, ia menilai tidak banyak pengaruh Qanun LKS terhadap pergerakan ekonomi di Aceh maupun setelah ditinggal bank konvensional. “Yang sangat terasa itu pada kalangan pebisnis dan orang luar yang berkunjung ke Aceh,” tutur Mawardi.

Hal itu sekaligus mengingatkan bahwa Aceh akan menjadi tuan rumah pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) bersama Sumut. Orang-orang akan ramai berkunjung ke Aceh.

Ketua Dewan Syariah Aceh M Shabri Abdul Majid ragu bank konvensional mau kembali datang ke Aceh meski Qanun LKS direvisi. “Saya pikir mereka (bank konvensional) akan berpikir 100 kali. Jangan-jangan, dengan kantor yang sudah dijual, datang lagi, dua tahun kemudian revisi lagi, pindah lagi,” ujarnya.

Sementara, Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh Chairul Fahmi menyebut kesulitan transaksi keuangan di Aceh bukan karena Qanun. Melainkan, karena pelayanan lembaga keuangan syariah di Aceh. “Pelayanannya tidak baik-baik saja,” sebutnya. []

Note: Liputan ini bagian dari fellowship ‘Banking Journalist Academy’ yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan Permata Bank

Follow konten ACEHKINI.ID di Google News




Artikel Terbaru

Jangkau Daerah Terisolasi Banjir, BPBD Subulussalam Gunakan Robin Milik Warga

Penyaluran bantuan logistik kepada warga yang terisolasi akibat meluapnya sungai Lae Souraya di Desa...

Banjir di Subulussalam Meluas, Puluhan Desa Terendam

Banjir yang melanda wilayah Kota Subulussalam semakin meluas, Sabtu (12/10/2024). Wilayah yang terdampak banjir...

Bertema Antikorupsi, Gampong Film Hadir di Tiga Kabupaten/Kota

Gampong Film salah satu program dari Aceh Film Festival akan hadir di tiga kabupaten/kota...

Pria Gangguan Jiwa Tikam Empat Warga Aceh Utara

Seorang pria yang diduga gangguan jiwa menikam empat warga di Gampong Buket Guru, Paya...

PIKABAS Bank Aceh Rayakan Maulid dengan Berbagi Kebaikan

Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, Perkumpulan Istri Karyawan Bank Aceh Syariah (PIKABAS) Bank Aceh...

More like this

Jangkau Daerah Terisolasi Banjir, BPBD Subulussalam Gunakan Robin Milik Warga

Penyaluran bantuan logistik kepada warga yang terisolasi akibat meluapnya sungai Lae Souraya di Desa...

Banjir di Subulussalam Meluas, Puluhan Desa Terendam

Banjir yang melanda wilayah Kota Subulussalam semakin meluas, Sabtu (12/10/2024). Wilayah yang terdampak banjir...

Bertema Antikorupsi, Gampong Film Hadir di Tiga Kabupaten/Kota

Gampong Film salah satu program dari Aceh Film Festival akan hadir di tiga kabupaten/kota...