Cincau kerap menjadi bahan campuran minuman dan makanan favorit alias takjil di bulan Ramadan, kaya nutrisi dengan kandungan vitamin A, B1, C, kalsium, fosfor, dan karbohidrat di dalamnya.
Di Banda Aceh, ada pabrik cincau yang sudah beroperasi puluhan tahun, dikelola oleh Yuk Fa (66 tahun) di Gampong Laksana. Usaha ini warisan dari kakeknya. Yuk Fa adalah generasi ke-3 yang mengelola pabrik, setelah ayahnya. Menjaga warisan bahan minuman dan makanan olahan daratan Tiongkok.
Kata cincau berasal dari bahasa Hokkian, xiancao, untuk menyebut makanan sejenis agar-agar atau gel yang diproduksi dari tananan Mesona Procumbens dan Mesona Chinensis. Tanaman ini diyakini berasal dari Tiongkok, selanjutnya menyebar ke Asia Tenggara.
Pabrik cincau warisan leluhur Yuk Fa, awalnya berada di Gampong Baro, Pasar Aceh, dinamai Cincau Gampong Baroe. Nama merek itu melekat sampai kini. Saat pabrik dikelola Yuk Fa, lokasi produksinya pindah ke Gampong Laksana.
Untuk bahan baku daun cincau, Yuk Fa mengaku masih memasoknya dari Pulau Jawa selain dari Sumatera Utara.
Menurutnya produksi cincau paling laku di bulan Ramadan, mencapai 500 kaleng sehari. Di bulan lainnya hanya produksi 100 kaleng perhari. Satu kaleng dijual seharga Rp25 ribu, distribusinya selain di Banda Aceh dan Aceh Besar juga beberapa kora lainnya di wilayah tengah, barat dan timur Aceh.
Lihat foto-foto berikut: