Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady Utama mengakui banyak korban pelanggaran HAM berat saat ini yang belum mendapatkan haknya, khususnya di Aceh. Hal ini disebabkan belum terdatanya semua korban berkaitan dengan penyelesaian tiga kasus pelanggaran HAM berat di Aceh yang diakui negara: Rumoh Geudong, Jambo Keupok, dan Simpang KKA.
“Komnas HAM berpendapat membuka ruang bagi korban yang belum terdata dapat mengajukan status sebagai korban pelanggaran HAM, diverifikasi kembali untuk mendapatkan pemulihan,” katanya saat memberikan materi dalam diskusi publik yang digelar Aceh Resource and Development (ARD) di Banda Aceh, Kamis (27/7/2023).
Diskusi bertema ‘Pasca-Kick off Penyelesaian Non-Yudisial Rumoh Geudong, Apa Langkah Berikutnya?’ juga menghadirkan tiga pemateri lainnya; Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya; Tim PKP HAM Evi Narti Zain; dan Perwakilan Lembaga Studi Demokrasi dan Perdamaian, Hendra Saputra. Diskusi dipandu jurnalis, Adi Warsidi.
Kata Sepriady, masih banyak data korban yang perlu dilihat kembali dalam upaya penyelesaian pelanggaran HAM Berat yang sedang dilaksanakan pemerintah. “Misalnya, bagaimana dengan 5.000 data pernyataan kesaksian peristiwa pelanggaran HAM yang pernah diambil kesaksiannya oleh KKR? Apakah data itu mencakup di dalamnya tiga peristiwa HAM berat di Aceh yang sudah di-BAP oleh Komnas HAM?” ujarnya.
Menurutnya, Komnas HAM mendukung berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tidak terulangnya pelanggaran HAM, maupun upaya pemulihan bagi korban secara non-yudisial, tanpa menafikan mekanisme yudisial.
Kisah Korban Rumoh Geudong: Banyak Orang ‘Ditanam’ di Pekarangan Rumah (4)
Seain itu, Sepriady merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera melahirkan Undang-Undang (UU) KKR Nasional, sebagai saah satu payung hukum bagi penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial. Sementara di Aceh, telah ada ada regulasi yang kemudian melahirkan KKR Aceh.
Perwakilan tim Pemulihan Korban Pelanggaran (PKP) HAM berat, Evi Narti Zain menyampaikan pihaknya terus bekerja di Aceh sesuai mandat yang diberikan untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, setelah kick off oleh Presiden Joko Widodo akhir Juni 2023 lalu. “Salah satunya melakukan pemantauan dan mengawal proses pemulihan bagi korban,” katanya.
Dia mengajak seluruh elemen sipil Aceh dapat bersatu padu dalam mengawal proses penyelesaian pelanggaran HAM berat di Aceh khususnya dan Indoesia secara umum.
Sementara Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya menyampaikan agar pemerintah dapat memperhatikan 5.000 data kesaksian korban yang telah dikumpulkan pihaknya, untuk kemudian dipergunakan untuk memberikan pemulihan. “Harapan KKR Aceh, Komnas HAM pasca-kick off melanjutkan pencarian data lanjutan,” katanya.
Menurut dia, kick off penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat Rumoh Geudong merupakan hasil rekomendasi tim PP HAM. Lalu tiga peristiwa HAM berat di Aceh rekomendasi dari Komnas HAM, dan tim PP HAM mengambil data dari Komnas HAM
“Komnas HAM melakukan penyelidikan secara acak guna membuktikan sahnya peristiwa pelanggaran HAM yang memenuhi unsur beratnya. Bisa dipahami kenapa kini adanya komplain dan debat mengenai jumlah data, karena data Komnas HAM adalah data sampling,” jelasnya.
Menurutnya, Tim PP HAM patut diperpanjang masa tugasnya untuk menyelesaikan data yang belum diakomodir. Jika tidak, maka berpotensi munculnya kecemburuan sosial antar korban yang muaranya pasti akan ke KKR Aceh. “Sebab KKR adalah lembaga yang bertugas di bidang itu,” jelas Masthur. []
Di Rumoh Geudong, Jokowi Resmi Luncurkan Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat