Film dokumenter berjudul Sang Penyair karya siswa SMA Negeri 1 Simpang Kiri, Kota Subulussalam, Aceh, berhasil masuk dalam program kompetisi Purwaseswa di Kotabaru Heritage Film Festival (KHFF) 2024 di Yogyakarta.
KHFF adalah acara tahunan di Kawasan Cagar Budaya Kotabaru, Yogyakarta, yang menjadi platform penting untuk merayakan warisan budaya melalui film. Program Purwaseswa berfokus pada film-film yang dibuat oleh pelajar di Indonesia.
Sang Penyair disutradarai oleh Angel Della H Tarigan dan Siti Nurajizah. Ini menjadi film pertama dari keduanya, yang merupakan hasil dari workshop Aceh Documentary Junior 2021.
Menurut Akbar Rafsanjani, Penanggung Jawab Bidang Kajian dan Apresiasi Aceh Documentary, film ini tahun lalu juga telah jadi Official Selection di Festival Film Dokumenter 2023 kategori pelajar di Yogyakarta.
“Sang Penyair mendapatkan rekomendasi dari koordinator program Festival Film Dokumenter tahun lalu untuk dikurasi Kotabaru Heritage Film Festival,” kata Akbar kepada acehkini, Rabu (7/8/2024).

Proses kurasi dilakukan programmer profesional yang sering mencari bakat di berbagai festival film di Indonesia. Akbar menjelaskan, mendapat sorotan di satu festival film merupakan hal yang baik bagi sebuah film untuk bisa masuk di festival film lain.
“Programmer film pasti datang ke festival-festival film dan mereka langsung bisa menilai film tersebut, seperti pencari bakat,” ujarnya.
Sang Penyair hasil dari program tahunan Aceh Documentary Junior, yang kini memasuki tahun kesembilan sejak dimulai pada 2015. Program ini bertujuan memberikan edukasi film kepada siswa SMA di Aceh.
Berdurasi 12 menit, film ini bercerita tentang seorang Penghulu Khonde bernama Samsul Bahri yang mendirikan sebuah sanggar tari sejak tahun 2000. Meskipun tidak pernah menempuh pendidikan formal, semangatnya untuk menjalankan sanggar tari tetap tinggi.
Tanpa disadari, sanggar tari miliknya sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak dikenal demi kepentingan pribadi. Harapannya untuk memiliki penerus dan menjaga keberadaan penghulu Khonde semakin pudar karena generasi muda tidak mengenal apa itu Penghulu Khonde, bahkan anak kandungnya pun tidak ingin menjadi penghulu Khonde.[]