Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh menjatuhkan vonis sembilan tahun penjara kepada eks Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Suhendri. Dia terbukti melakukan tindak pidana korupsi bantuan korban konflik.
Putusan dibacakan dalam sidang pada Kamis (20/3/2025).
Salinan putusan yang dilihat acehkini pada Jumat (21/3/2025) menyebutkan bahwa majelis hakim juga menghukum Suhendri membayar denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan.
Selain itu, dia diwajibkan mengganti kerugian negara sebesar Rp1 miliar. Jika tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita. Jika tidak mencukupi, hukumannya ditambah dua tahun penjara.
Suhendri sebelumnya dituntut 13 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Timur dan Kejaksaan Tinggi Aceh.
Selain Suhendri, lima terdakwa lain juga telah divonis. Zulfikar dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp1,6 miliar atau tambahan hukuman dua tahun enam bulan penjara. Ia divonis pada Kamis (20/3).
Pada hari yang sama, majelis hakim juga memvonis Zamzami dengan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Dia juga wajib membayar uang pengganti Rp1,7 miliar atau tambahan hukuman satu tahun enam bulan penjara.
Sebelumnya, pada Jumat (14/3), majelis hakim menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada Muhammad, dengan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan. Mahdi divonis empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sementara itu, Hamdani dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan dan dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Hakim menilai Hamdani terbukti melakukan tindak pidana, tapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana korupsi.
Para terdakwa didakwa dalam kasus korupsi proyek pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah senilai Rp15,7 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) 2023.
Kasus ini bermula dari proyek bantuan untuk masyarakat korban konflik di Aceh Timur yang dikelola oleh BRA. Namun, dalam pelaksanaannya, terjadi penyimpangan yang menyebabkan kerugian negara. Bahkan, korban konflik itu sama sekali tidak menerima bantuannya.[]