Organisasi pers AJI, AMSI, IJTI, dan IDA meminta Presiden Jokowi mengkaji kembali draf perpres publisher rights. Sebab, beberapa poin di dalam peraturan presiden itu disebut belum disepakati seluruh pemangku kepentingan di industri media.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi pada 24 Juli lalu memastikan naskah rancangan Peraturan Presiden tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme yang Berkualitas itu telah dikirim ke Sekretariat Negara untuk ditandatangani Presiden.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito mengatakan, draf terakhir rancangan Perpres itu penting dibuka ke publik untuk mendapat masukan terbaik. Kompensasi dari platform ke penerbit media juga harus dipastikan digunakan membiayai produksi jurnalisme berkualitas.
“Harus ada jaminan bahwa peraturan ini berdampak pada kesejahteraan jurnalis,” kata Sasmito, Sabtu (29/7/2023).
Sasmito menekankan, penting peraturan ini dapat diawasi dan ditegakkan oleh badan pelaksana atau komite yang independen dari kepentingan platform, industri media, maupun pemerintah. Namun, kewenangannya harus tunduk ke Undang-Undang Pers serta tidak ambil kewenangan Dewan Pers.
Pada 25 Juli lalu, Google merespons rencana penandatanganan Perpres Publishers Rights dengan menegaskan tidak menayangkan konten berita dari penerbit media di Indonesia di platformnya bila aturan itu berlaku.
Menurut organisasi pers, jika ancaman Google benar-benar dilaksanakan, maka platform mesin pencari Google dan situs agregator video Youtube, tidak akan lagi menayangkan konten dari penerbit media di Indonesia.
Selain kehilangan traffic pembaca, penerbit media juga berpotensi kehilangan miliaran rupiah pendapatan yang selama ini disalurkan perusahaan teknologi raksasa tersebut.[]