Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyesalkan langkah pemerintah yang membongkar sisa Rumoh Geudong—situs pelanggaran HAM berat—di Desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh.
“Kami sesalkan atas tindakan pemerintah yang merobohkan sisa bangunan Rumoh Geudong di Pidie karena bangunan itu adalah saksi bisu sejarah panjang konflik senjata Aceh,” kata Ketua Komisi I DPRA Iskandar Al-Farlaky, pada Sabtu (24/6/2023).
Menurutnya, negara seharusnya merawat sisa bangunan itu sebagai upaya menjaga ingatan dan pembelajaran bagi negara dan masyarakat tentang konflik bersenjata di Aceh.
Iskandar menduga dengan pembongkaran itu negara berupaya mengaburkan dan menghilangkan sejarah penting di Rumoh Geudong.
“Harusnya bangunan tersebut dapat dirawat untuk dijadikan sebagai situs sejarah pelanggaran HAM berat di Aceh, ini penting sebagai pembelajaran dan pengingat kita tentang perang panjang di Aceh,” kata Iskandar.
Ia berharap pemerintah membangun museum di lokasi tersebut yang bangunannya mereplikasi bentuk Rumoh Geudong. Museum itu diharapkan menjadi pembelajaran publik, terutama peneliti.
“Sebagai wujud mempertahankan memori kolektif tentang situs pelanggaran HAM berat di Aceh,” katanya.
Areal lokasi Rumoh Geudong dalam beberapa hari ini dibersihkan menjelang kedatangan Presiden Jokowi pada 27 Juni 2023. Jokowi akan mengumumkan permulaan penyelesaian nonyudisial 12 pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Rumoh Geudong.
Rumoh Geudong terletak di Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, termasuk satu dari 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui negara pada Januari 2023. Rumoh Geudong menjadi pos penyiksaan dan pembunuhan warga sipil saat Daerah Operasi Militer (1989-1998) di Aceh.
Adapun sebelas kasus lain adalah Pembunuhan Massal 1965, Talangsari Lampung 1989, Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II.
Kemudian Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, Wasior dan Wamena 2001, Jambo Keupok Aceh 2003, Pembunuhan Munir, dan Paniai.[]