Cuaca panas melanda Aceh beberapa pekan ini. Suhu udara maksimum pada siang hari mencapai 34-35 derajat Celsius.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan penyebab cuaca panas karena saat ini wilayah Aceh sedang peralihan musim hujan ke kemarau.
“Puncak musim kemarau sekitar bulan Juni, Juli, dan Agustus,” kata Mifta, prakirawan BMKG Sultan Iskandar Muda Banda Aceh, kepada acehkini Selasa (2/5/2023).
Pada masa peralihan ini, BMKG mulai mendeteksi titik panas, yang menunjukkan lokasi mudah kebakaran, meningkat di Aceh. Misalnya, di Aceh Utara terpantau dua titik api.
“Kami mengimbau masyarakat tidak menggunakan api atau membakar lahan secara berlebihan di wilayah Aceh, terutama di tempat-tempat yang berpotensi terjadi kebakaran hampir di seluruh wilayah Aceh,” kata Mifta.
Potensi Hujan di Sebagian Wilayah
Pada saat yang sama, Mifta menjelaskan masih terdapat potensi hujan lebat disertai petir di sebagian wilayah Aceh, terutama di pesisir barat dan selatan. “Malah untuk dua hari ke depan, kami perkirakan ada potensi banjir di wilayah Aceh Selatan, Simeulue, Nagan Raya, dan Abdya,” katanya.
Meski wilayah utara dan timur Aceh cuaca cenderung panas, BMKG memperkirakan hujan bakal melanda Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dalam dua hari ini.
Lantas mengapa saat cuaca panas masih ada wilayah yang diguyur hujan?
Mifta mengatakan barat selatan Aceh yang berpotensi hujan lantaran ada belokan angin atau konvergensi sehingga massa udara berkumpul di pesisir barat Aceh. Alasan lain karena dekat Samudra Hindia.
“Berkumpulnya massa udara ini akan meningkatkan potensi pertumbuhan awan-awan hujan untuk wilayah-wilayah pesisir barat Aceh,” katanya.
Tak Ekstrem, Masih Normal
Menurut Mifta, suhu udara di Aceh masih kategori normal. Kondisi serupa juga tercatat pada masa peralihan musim hujan ke kemarau tahun lalu. “Kami lihat normalnya itu karena berdasarkan rata-rata data suhu selama 30 tahun,” katanya.[]