Spesies anggrek langka ditemukan di Aceh. Berbeda dari anggrek pada umumnya, jenis ini tidak memiliki daun. Nama ilmiahnya: Chiloschista tjiasmantoi. Ini adalah pertama kalinya genus Chiloschista tercatat di Sumatra.
Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Destario Metusala, menemukan anggrek ini dalam survei botani pada 2019. “Anggrek ini tumbuh epifit pada pepohonan di perkebunan semi-terbuka dekat hutan,” ujarnya dalam siaran pers dikutip, Sabtu (29/3/2025).
Warna akarnya menyerupai kulit pohon, membuatnya sulit terlihat. Keberadaannya baru terdeteksi saat bunganya yang kecil dan kuning cerah bermekaran.
Keunikan Spesies
Anggrek ini memiliki bunga berukuran 1-1,2 sentimeter dengan pola bintik jingga atau kemerahan. Dalam satu tangkai, bisa tumbuh hingga 30 kuntum bunga yang mekar bersamaan.
Habitatnya berada di ketinggian 700–1000 meter di atas permukaan laut, dengan kondisi berangin dan lembap. Musim berbunga terjadi pada pertengahan Juli serta November hingga Desember.
Lebih unik lagi, anggrek ini berevolusi dengan menghilangkan daunnya. “Fotosintesis dilakukan pada organ akarnya,” kata Destario. Sepanjang hidupnya, spesies ini tetap dalam kondisi tanpa daun atau hanya memiliki satu-dua helai yang segera gugur.
Terancam Punah
Anggrek C. tjiasmantoi masuk kategori Genting (Endangered) menurut IUCN Redlist. Ancaman utamanya adalah ekspansi perkebunan dan perubahan iklim.
“Perluasan kawasan lindung di Aceh perlu segera dilakukan untuk melestarikan berbagai spesies tumbuhan yang terancam kepunahan, terutama spesies unik yang hanya ada di Provinsi Aceh,” tegas Destario.
Penamaan Chiloschista tjiasmantoi diberikan sebagai penghormatan kepada filantropis lingkungan Wewin Tjiasmanto, yang mendukung pelestarian flora di Indonesia.
Hingga kini, Indonesia baru mencatat empat spesies Chiloschista, semuanya dari Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, dan Maluku. Pulau Sumatra sebelumnya tidak memiliki catatan spesies ini.[]