Aceh Resource and Development (ARD) menggelar diskusi publik bertema ‘Mendorong Percepatan Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Aceh’ di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Selasa (28/3/2023) sore.
Diskusi menghadirkan tiga pemateri; Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady Utama; Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya; dan Staf Ahli Wali Nanggroe Aceh, Teuku Kamaruzzaman. Dihadiri para aktivis kemanusiaan, mahasiswa dan jurnalis.
Sepriady Utama mengatakan harus adanya kolaborasi para pihak untuk percepatan pemulihan korban pelanggaran HAM berat di Aceh. Ada tiga kasus pelanggaran HAM berat di Aceh yang telah diakui negara, yaitu kasus Rumoh Geudong dan Pos Statis Aceh (1999), Tragedi Simpang KKA (1999), dan Jambo Keupok (2003).
Pengakuan tersebut disampaikan Presiden Indonesia Joko Widodo pada 11 Januari 2023, bersamaan dengan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat lainnya di seluruh Indonesia, total ada 12 kasus hasil laporan dari Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat yang dibentuk berdasarkan Keppres 17/2022.
Menurut Sepriady, pengakuan tersebut disertai komitmen tentang pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM berat. Komitmen tersebut penting agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di Indonesia. Presiden juga menugaskan Menkopolhukam Mahfud MD untuk mengawal tindaknya.
“Ada beberapa sikap Komnas HAM terkait dengan hal itu, di antaranya mendukung jaminan tidak terulangnya pelanggaran HAM berat di Indonesia, dan meminta Menkopolhukam untuk memfasilitasi hal tersebut,” katanya.
Sepriady menyebutkan, hak korban atas pemulihan juga berlaku pada peristiwa HAM berat yang sudah disidangkan melalui pengadilan, tapi hingga kini belum mendapat hak atas pemulihan, seperti kejadian Tanjung Priok, Timor Timur, dan Abepura. Selain itu, Komnas HAM juga meminta institusi Polri, TNI, Kemendagri, Kemensos dan lain-lain untuk melakukan tindak lanjut hal tersebut.
“Juga membuka ruang bagi korban untuk mengajukan status terhadap pelanggaran HAM yang dia alami,” ujarnya dalam diskusi.
Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Masthur Yahya, mengungkapkan ada sekitar 5.000 data korban pelanggaran HAM yang telah disampaikan oleh pihaknya kepada MenkoPolhukam pada awal Maret 2023 lalu.
Wali Nanggroe dan Ketua DPR Aceh Temui Mahfud MD, Bicara Pelanggaran HAM Berat
Menurutnya, data korban tersebut bukanlah total korban pelanggaran HAM di Aceh. Tetapi data yang telah diverifikasi oleh KKR Aceh sejak 2007 hingga 2020, berasal dari 14 kabupaten/kota. “Sedangkan dari tiga kasus pelanggaran HAM berat yang diakui pemerintah, yang terwakili hanya beberapa orang dari seluruh korban,” katanya.
Bagi KKR Aceh, pengakuan tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh adalah pintu masuk. Sehingga data korban rekomendasi KKR sejak 2020 dan sudah diparipurnakan oleh DPR Aceh di tahun 2021 perlu untuk disertakan, agar tidak ada kesenjangan terhadap korban.
“Hal ini harus dicermati oleh negara agar peran dan manfaat KKR dinikmati oleh korban. Sebab tidak semua korban paham bagaimana status korban rekomendasi Komnas HAM dan KKR Aceh,” ujar dia.
Sementara itu, Staf Ahli Wali Nanggroe, Teuku Kamaruzzaman, menyebutkan bahwa Wali Nanggroe Aceh, Teungku Malik Mahmud Al-Haythar komitmen mendukung upaya percepatan pemulihan terhadap korban berbagai pelanggaran HAM di Aceh.
“Dalam hal pengakuan presiden, tantangannya bertambah berat di Aceh, sebab tidak semua kasus masuk dalam kategori yang diakui,” ujar Ampon Man, sapaan Teuku Kamaruzzaman.
Menurutnya, banyak kasus pelanggaran HAM di Aceh yang belum terselesaikan dengan berbagai kendala. Seperti kasus Bumi Flora dan Bener Meriah, tapi saksinya tidak ada lagi, juga kasus Arakundo, Pos Rancong, dan lainnya. “Banyak tantangan di Aceh yang perlu mendapat perhatian semua pihak agar keadilan bagi korban bisa dipenuhi,” jelasnya. []