Pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh sejak pertengahan November lalu kini sudah mencapai 1.684 orang. Penjabat Gubernur Aceh menyatakan akan cari jalan keluar menangani hal ini seiring adanya penolakan dari masyarakat.
“Sampai hari ini pengungsi Rohingya yang ada di Aceh kurang lebih 1.684 orang, mereka tersebar di delapan titik,” kata Achmad Marzuki, Senin (11/12/2023) sore.
Menurutnya, pemerintah Aceh dan kabupaten/kota memiliki kewajiban untuk menyediakan tempat bagi para pengungsi sesuai Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016.
“Itu kewajiban kita, kemudian akan dibantu lembaga internasional untuk kegiatan yang lainnya,” katanya.
Dia sering mendengar ada penolakan dari masyarakat karena pengungsi itu bersandar di kebun kelapa dengan jumlah yang tidak sedikit. Pengungsi yang menggunakan fasilitas mandi cuci dan kakus di sana disebut bikin masyarakat tidak nyaman.
“Sehingga terjadi ketidaknyamanan masyarakat Aceh terhadap kegiatan pengungsi itu, nah ini sedang kita cari jalan keluarnya,” katanya.
“Malam ini saya akan rapat dengan para bupati dan wali kota yang ditempati [pengungsi], termasuk UNHCR dan IOM.”
Kedatangan pengungsi Rohingya ini terjadi dalam beberapa gelombang sejak pertengahan November lalu.
Mereka pergi dari kamp pengungsian Cox’s Bazar di Bangladesh.
Orang-orang Rohingya menjadi etnis minoritas paling teraniaya di dunia. Mereka diusir dan tak diakui sebagai warga negara di tanah airnya: Myanmar.
Bertahun-tahun, mereka hidup di kamp pengungsian di Bangladesh, yang kini jumlahnya lebih dari sejuta orang.[]