Lembaga Wali Nanggroe Aceh menggelar Sidang Raya tahun 2023 di Pendopo Wali Nanggroe, Aceh Besar, dalam rangka pembahasan rancangan reusam untuk ditetapkan menjadi reusam. Sidang Raya tersebut dibuka secara resmi oleh Waliyul ‘Ahdi Wali Nanggroe, Muzakir Manaf, mewakili Wali Nanggroe, Teungku Malik Mahmud Al-Haythar, pada Kamis (20/7/2023).
Kepala Bagian Kerja Sama dan Humas Sekretariat Lembaga Wali Nanggroe Aceh, M Nasir Syamaun, menyampaikan bahwa pada Sidang Raya tahun 2023 yang diikuti oleh Majelis Tinggi Wali Nanggroe, ada empat rancangan reusam yang dibahas.
“Reusam Mukim sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, Reusam Pageu Nanggroe, Reusam Kurikulum Pendidikan Aceh Islami, serta Reusam Pelestarian Khazanah Sejarah Kebudayaan dan Tamadun Aceh Dalam dan Luar Aceh,” ujar Nasir.
Hasil pembahasan tersebut kemudian akan diserahkan kepada Wali Nanggroe untuk ditetapkan menjadi reusam.
Muzakir Manaf yang akrab disapa Mualem dalam penyampaiannya saat membacakan sambutan resmi Wali Nanggroe menyebutkan, keberadaan reusam sangat penting untuk memaksimalkan kinerja Lembaga Wali Nanggroe. Oleh karena itu, ia meminta agar pembahasan yang dilakukan harus benar-benar serius dan terfokus.
Selain itu, ke depan Mualem juga meminta agar Sidang Raya juga harus merumuskan rekomendasi-rekomendasi strategis berkaitan dengan upaya pembangunan dan penyelesaian persoalan-persoalan Aceh secara menyeluruh.
”Seperti kita alami dan rasakan bersama, kondisi Aceh saat ini masih sangat memprihatinkan. Baik dari sisi pembangunan ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan indeks pembangunan manusia atau IPM,” kata Mualem.
Ia memberi contoh, data BPS tahun 2022 yang menempatkan Aceh sebagai daerah termiskin di Sumatera. Kemudian di bidang kesehatan, survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menempatkan Aceh pada posisi kelima angka stunting tertinggi di Indonesia, yakni a persen.
”Angka ini melampaui ambang batas yang ditetapkan WHO, yaitu 20 persen,” kata Mualem.
Kemudian di bidang pendidikan, data tahun 2021, Aceh berada pada rangking 25 dari 34 provinsi yang ada Indonesia.
Menurutnya, kondisi itu sangat memprihatinkan mengingat anggaran yang dimiliki Aceh, khususnya melalui dana otonomi khusus (Otsus) sangat besar setiap tahunnya.
”Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab semua pihak untuk menyelesaikan berbagai persoalan Aceh, termasuk tanggung jawab dari Lembaga Wali Nanggroe,” kata Mualem.[]