Oleh: Marini Koto
Empat tahun silam merupakan momentum besar bagi ”Angkatan Covid”, yakni pelajar telah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) dan melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan di tahun ajaran 2020. Bukan tanpa sebab, sebutan tersebut dicatutkan karena pada kurun waktu 2020 banyak titik balik yang terjadi. Mulai dari lulus tanpa Ujian Nasional (UN) akibat pandemi, melewati transisi ke dunia perkuliahan di tengah hiruk-pikuk pembelajaran daring saat pandemi Covid-19, sampai pada menyaksikan terbitnya Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, pada akhir tahun 2020.
Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau kerap disapa dengan MBKM merupakan konsep pembelajaran yang memberikan kemerdekaan bagi mahasiswa di perguruan tinggi untuk mengasah kemampuan sesuai bakat dan minat dengan terjun langsung ke dunia kerja untuk persiapan karir masa depan. Program ini menghadirkan beberapa perubahan paradigma pendidikan di Indonesia. Dahulu, pembelajaran konvensional satu arah yang terikat dalam lingkup kelas dan kampus, namun kini MBKM mengedepankan ruang kolaboratif dengan mengembangkan keterampilan dan kompetensi relevan di luar kampus.
Banyak diskursus dari kalangan akademisi tentang bagaimana program ini terlalu fokus pada pengalaman praktis sehingga menghilangkan esensi pendidikan teoritis di perguruan tinggi. Meski banyak diterpa kontroversi pasca peluncurannya, namun tak dapat dipungkiri program ini cukup eksis di kalangan mahasiswa untuk mengikuti berbagai program yang ditawarkan. Hal ini dapat dilihat dari terus meningkatnya pendaftar program MBKM tiap tahunnya sejak awal peluncurannya. Bagaimana tidak, MBKM memberikan hak kepada mahasiswa untuk belajar di luar perguruan tinggi selama satu hingga dua semester. Bagi para mahasiswa sendiri, MBKM pun bagai kesempatan emas di semester 5-7 di mana mata kuliah mulai didominasi oleh pembelajaran praktik. Khususnya bagi sang mahasiswa salah jurusan yang sudah mewanti-wanti untuk mencicipi arena lain diluar program studinya.
Dengan fokus pada pengembangan keterampilan, MBKM mengedepankan pendidikan berbasis praktik dan pengalaman seperti magang, mengajar, pertukaran pelajar, dan program-program lainnya yang dikelola oleh Kemendikbudristek maupun mandiri oleh perguruan tinggi, seperti MBKM USK Unggul. Program-program ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengonversi pengalaman luar kampus menjadi SKS. Mahasiswa pun dihadapkan pada istilah-istilah baru seperti konversi dan lulus tanpa skripsi. Sesuatu yang tak terbayangkan akan terjadi jika terpaku pada kurikulum lampau.
Salah satu program yang paling diminati adalah Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB). Program ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar langsung dari praktisi di instansi atau perusahaan. Mahasiswa mendapatkan pengalaman bekerja di luar kampus yang dapat dikonversi menjadi SKS, memperkaya pengalaman praktis secara langsung. Konsepnya adalah mendapatkan keterampilan yang dapat diaplikasikan langsung di dunia kerja, dengan harapan meningkatkan daya saing lulusan di pasar kerja. Program ini memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa untuk menentukan jalur pembelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat mereka. Hal ini dirasakan pula oleh teman sejawat yang mengikuti salah satu program ini karena langsung dibimbing oleh praktisi di perusahaan sampai membawanya untuk bekerja di perusahaan di Jakarta selama satu semester.
Sejalan dengan hal tersebut, Universitas Syiah Kuala (USK) pun mengimplementasikan MBKM secara mandiri dengan berbagai program untuk mendukung kurikulum baru ini. Salah satu program unggulannya adalah Magang MBKM USK Unggul. Program ini dirancang untuk mengasah keterampilan praktis serta memberikan pemahaman lebih mendalam terkait substansi keilmuan melalui pengalaman langsung di instansi atau perusahaan selama satu semester. Mahasiswa pun dapat belajar di luar kampus seperti di instansi daerah, LSM, perusahaan, dan BUMN yang dapat dikonversi menjadi 20 SKS, tentunya dengan syarat telah menyelesaikan mata kuliah teoritis di kampus.
Baik program Magang atau MSIB keduanya secara ringkas memberikan mahasiswa pengalaman dan pemahaman untuk memantapkan jenjang karirnya. Baik itu bekerja di kantoran atau menjadi aktor lapangan lewat kegiatan pengabdian. Dengan terjun langsung di lapangan, program ini menekankan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja untuk meminimalisir skill gap seperti kemampuan memimpin, bersosialisasi, toleransi stres di dunia kerja. Sesuatu yang tidak didapatkan dalam ruang kelas.
Tak hanya memberikan meningkatkan aksesibilitas kesempatan di luar kampus, MBKM juga mendorong mengeksplorasi diri dalam bidang akademis seperti riset, penelitian, kewirausahaan, dan pengabdian. Kejuaraan atau prestasi kurikulum akademik di kampus kini dapat berjalan beriringan, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. MBKM memberikan pengakuan terhadap konversi kegiatan di luar kampus. Sebagai contoh, bagi mahasiswa mengikuti ajang kejuaraan kewirausahaan seperti Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha (P2MW) dapat dikonversi pada mata kuliah kewirausahaan. Begitu pula bagi yang mengikuti ajang nasional dan internasional lainnya. Skripsi yang identik dengan tugas akhir pun tidak semata-mata hanya dijadikan sebagai jalan tunggal kelulusan mahasiswa. MBKM memberikan kebebasan dalam menuntut ilmu sehingga memberikan pilihan bagi mahasiswa untuk lulus dengan berbagai jalur selain skripsi, seperti publikasi jurnal terakreditasi. Kesempatan ini mendorong mahasiswa untuk aktif di luar kelas dan mengembangkan keterampilan kognitifnya sesuai minat dan bakatnya masing-masing.
Meskipun banyak manfaat yang ditawarkan, implementasi MBKM juga menghadapi berbagai tantangan. Kenyataannya di lapangan, salah satu tantangan utama adalah kesulitan dalam mengintegrasikan kegiatan di luar kampus dengan kurikulum akademik. Tidak semua program studi dapat dengan mudah mengonversi pengalaman praktis menjadi SKS. Oleh karena itu, perlu adanya kerangka kerja yang jelas untuk mendukung kesinambungan konversi mata kuliah. Memastikan dengan benar bahwa program yang dikonversi memang sebanding dengan penetapan kurikulum akademik.
Selain itu, kesiapan perguruan tinggi dan mitra industri dalam mendukung program MBKM juga menjadi tantangan. Kerja sama yang baik antara perguruan tinggi dan industri diperlukan untuk memastikan program magang dan studi independen berjalan lancar dan memberikan manfaat maksimal bagi mahasiswa. Untuk mengatasi tantangan ini, perguruan tinggi perlu terus memperkuat hubungan dengan mitra industri dan mengembangkan program-program yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Berbagai diskursus dan tantangan seharusnya menjadi evaluasi MBKM agar menjadi program yang relevan dan adaptif bagi mahasiswa di era pandemi dan seterusnya.
Lewat MBKM mahasiswa mendapatkan secercah gambaran bagaimana dunia karir potensial dan jenjang pendidikan kedepannya sehingga mahasiswa dapat adaptif dengan perkembangan dunia global. MBKM mendorong agar lulusan perguruan tinggi tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis, tetapi juga ilmu praktis yang memiliki nilai jual di dunia kerja. Mahasiswa memiliki kesempatan untuk membangun jaringan profesional sejak dini. Melalui program magang dan kerja sama dengan industri, mahasiswa dapat memperluas jaringan merek yang berguna ketika mencari pekerjaan setelah lulus. MBKM mendorong mahasiswa untuk lebih mandiri dan proaktif dalam proses belajar. Dengan diberikannya kebebasan untuk memilih program studi dan kegiatan di luar kampus, mahasiswa didorong untuk mengembangkan inisiatif dan kreativitas mereka. MBKM pun berkontribusi pada peningkatan relevansi pendidikan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja. Program-program berbasis praktik yang diusung MBKM memastikan bahwa lulusan memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh industri, sehingga meningkatkan peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Implementasi MBKM di Universitas Syiah Kuala (USK) menunjukkan program ini dapat memberikan peningkatan relevansi pendidikan dengan kebutuhan industri. Dengan dukungan yang tepat dan kerja sama yang kuat antara perguruan tinggi dan mitra industri, MBKM dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi pendidikan. Pendidikan yang memerdekakan sebagaimana yang dijelaskan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah membentuk manusia yang merdeka secara utuh, baik merdeka dalam pikirannya (cipta), merdeka jiwanya (rasa), dan merdeka perbuatannya (karsa). MBKM memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk merdeka belajar dengan mendorong kebebasan mahasiswa untuk mandiri memilih jalan karir dan pendidikan sejak di lingkup perguruan tinggi.
Kilas balik pandemi Covid-19 memang memaksa perguruan tinggi untuk lebih adaptif dalam menghadirkan lulusan yang siap terhadap dunia kerja sekaligus menekan tingkat pengangguran. Di sinilah MBKM mengambil peran penting dalam mendorong transformasi pendidikan yang lebih relevan. Mahasiswa angkatan Covid-19, sebagai angkatan pertama yang mengalami MBKM, merasakan bagaimana program ini membuka jalan lebih awal untuk terjun dan belajar langsung di dunia industri ditengah transformasi digital. Sebagai angkatan pertama yang merasakan MBKM, mereka memiliki peran penting sebagai tolak ukur efektivitas program ini. Pengalamannya dapat menjadi dasar bagi evaluasi pengembangan lebih lanjut dan peningkatan kualitas pendidikan tinggi. MBKM dapat menjadi langkah awal menuju pendidikan yang lebih fleksibel, adaptif, dan relevan dengan dinamika dunia kerja yang terus berubah.[]
Marini Koto adalah Ketua UKM Pers Detak USK, Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USK