Hari ini adalah hari bersejarah bagi Aceh dan rakyatnya, tepat 19 tahun lalu dilakukan penandatanganan perjanjian damai Aceh atau dikenal dengan Memorandum of Understanding (MoU) RI-GAM, perjanjian yang telah mengubah suasana dan juga peta politik di Aceh pasca konflik panjang.
Kala itu, kehadiran damai disambut dengan gegap gempita, penuh bahagia serta rasa syukur oleh segenap masyarakat. Karena hari itu dan setelahnya masyarakat sudah bisa menjalani aktivitas dengan tenang tanpa ada letusan senjata lagi.
Begitu juga dengan perubahan demi perubahan mulai tercipta, nasionalisme Aceh begitu terlihat, dan setiap tanggal 15 Agustus tahun-tahun berikutnya hampir semua masyarakat Aceh memperingati hari bersejarah itu dengan megah dan meriah, baik itu dilakukan dengan doa dan zikir, kenduri dan santunan anak yatim maupun aktivitas lainnya. Gaung peringatan damai begitu meriah, baliho atau spanduk-spanduk di mana-mana terpasang.
Tapi, seiring pergantian waktu, hari tanggal bersejarah itu tak lagi sesakral dulu, acara peringatannya juga tak semeriah dulu. Bahkan hari ini banyak yang lupa, atau tidak tahu kalau hari ini 15 Agustus 2024 ada peringatan damai di Aceh, ada juga sebagian yang lupa tahun ini peringatan Damai yang ke berapa. Begitulah hari ini, entah mengapa dan salah siapa, cukuplah itu semua menjadi peringatan dan pelajaran untuk kita semua.
Kondisi seperti ini, tak menutup kemungkinan beberapa tahun ke depan, kalau hari damai Aceh itu menjadi hari biasa, seperti pergantian hari-hari lainnya, tak ada lagi istimewa dan bersejarah.
Sungguh, dulu damai itu di negeri kita ini paling sulit dicari, dentuman senjata dimana-mana, aktivitas terbatas, entah itu di laut, di gunung maupun gampong-gampong, damai di negeri kita saat itu sangat langka, dan damai menjadi suasana paling dinanti. Setelah puluhan tahun kita menanti, akhirnya, alhamdulillah damai itu hadir di negeri kita.
Meski peringatan hari ini tak semewah dulu, tetaplah damai selalu bumoe Seuramoe Mekkah. Tugas kita adalah merawatnya, menjaga dan mempererat kembali ukhuwah wathaniyah Aceh kita, membuang ego dan bersatu untuk Aceh tercinta, serta bersyukur atas nikmat damai ini.
Ingat, damai ini milik semua rakyat Aceh, bukan milik kelompok, siapa pun yang telah diamanahkan menjadi pemimpin Aceh saat ini, tunaikanlah amanah dengan baik, berjuanglah untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat Aceh, menjadikan negeri penuh kedamaian, sehingga terwujud baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Damai ini, harus dijawab dengan keadilan dan komitmen. Sesuai ucapan, butir perjanjian dan perbuatan, karena damai tak hanya pemanis mulut atau coretan indah di atas kertas berisi perjanjian
Sejatinya, kondisi hari ini mampu menyatukan kita, meninggalkan perbedaan warna politik, bersama-sama berjuang mewujudkan kesejahteraan dan untuk Aceh lebih baik, berjuang meskipun tidak satu warna, keberagaman dan perbedaan adalah fitrah dan itu menjadi kekayaan khazanah kita. Masing-masing berkontribusi dengan keilmuan dan profesi masing-masing, semua sama, berhak dan memiliki saham untuk mewujudkan Aceh lebih baik dengan cara masing-masing.
Tahun ini adalah tahun tahun politik, tidak lama lagi Pilkada, oleh karena itu, bijak-bijaklah dalam bersikap, dalam menyampaikan opini dan selalu waspada kepada pihak yang mengadu domba yang dapat memecahkan persatuan umat.
Masing-masing dari kita memiliki hak untuk memilih secara rahasia dan bebas. Ketahuilah perbedaan itu adalah hal yang sangat lumrah, perbedaan sikap dalam politik adalah hal yang biasa, akan tetapi yang penting adalah saling menghargai perbedaan tersebut dan kita tetap fokus menjaga ukhuwah.
Ingat, Pilkada ini bukanlah segala-galanya, tapi persaudaraan adalah selamanya. Jangan sampaikan gara-gara perbedaan sikap politik ukhuwah tergadaikan.
Untuk menjaga ukhuwah ini, kita perlu memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai ini menuntut kita untuk menghormati, tolong-menolong, dan mencintai sesama muslim. Selanjutnya, kita harus senantiasa menumbuhkan sikap toleransi, menghindari fitnah, dan selalu membantu sesama dalam kebaikan dalam setiap interaksi kita. Abaikan segala sesuatu yang dapat mengganggu persaudaraan ini.
Silahkan berbeda pilihan, saling mendukung tanpa memaksakan, hormatilah hak setiap individu untuk memiliki pilihan politiknya. Hindari ujaran kebencian, fitnah, atau perilaku yang dapat merusak hubungan. Mari kita fokus pada kemaslahatan bersama dan senantiasa berdoa untuk pemimpin yang yang adil dan terbaik untuk rakyat dan negara kita.
Tetaplah damai selalu Aceh lon sayang. Jangan lagi ada ingkar janji. Tetap damai abadi di sini, biar sepenuhnya untuk menjadi milik kami. Mari menengadah tangan, berdoa, dan bermunajat kepada Allah agar damai ini abadi, dikuatkan ikatan persaudaraan kita, diberikan kesejahteraan bagi semua rakyat, keadilan, kebersamaan dan dijauhkan dari segala fitnah, marabahaya dan hal hal lain yang dapat merusak persaudaraan dan perdamaian.[]
MUHAMMAD NASRIL, LC. MA, mahasiswa Aceh, kandidat doktor Hukum Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta