TNI Angkatan Udara (AU) dan Angkatan Laut (AL) menggelar patroli udara untuk memantau perahu pengungsi Rohingya di sekitar perairan timur Aceh, Selasa (19/12/2023). Operasi melibatkan dua pesawat dan satu helikopter.
TNI AU menggunakan pesawat CN 295 dari Skadron Udara 2 Lanud Halim Perdana Kusuma Jakarta dengan pilot Kapten Pnb Rafo. Adapun TNI AL memakai pesawat Casa NC-212 No Reg P-8203 dan helikopter AS 565 MBe Panther HS-1309.
Komandan Lanud Sultan Iskandar Muda Kolonel Pnb Yoyon Kuscahyono mengatakan hasil pengamatan pesawat CN 295 dalam operasi Mata Elang 23 akan dilaporkan ke komando atas dan dikoordinasikan dengan satuan lainnya, seperti kepolisian, pemerintah daerah, dan instansi terkait termasuk koordinasi dengan TNI AL.
Menurutnya, pesawat TNI AL Casa NC-212, No Reg P-8203 dan helikopter AS 565 MBe Panther HS-1309 dengan misi dukungan Operasi Tombak Segara-23 juga melaksanakan operasi terpadu mengamankan wilayah perairan timur Aceh dari pelanggaran batas wilayah dari “gangguan kedaulatan, seperti masuknya pengungsi Rohingya dari Myanmar yang menggunakan transportasi laut,” katanya Rabu (20/12/2023).
“Letak geografis Aceh di sebelah barat berbatasan langsung dengan Samudera Hindia serta sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka menyebabkan sering terdampar pengungsi etnis Rohingya,” katanya.
Menurutnya, negara-negara yang berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia memperketat masuknya para pencari suaka dan pengungsi dari Myanmar.
Dia mengatakan pengungsi Rohingya hidup dalam kondisi apartheid di Myanmar dan terhambat oleh kurangnya peluang mata pencaharian di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh sehingga etnis Rohingya berupaya mencapai Malaysia, Thailand, Indonesia, dan negara-negara lain.
“Tidak adanya visa dokumen perjalanan seringkali menjadikan kapal laut sebagai pilihan terbaik,” katanya.
Sejak pertengahan November lalu, beberapa gelombang pengungsi Rohingya tiba di Aceh. Jumlahnya kini lebih dari 1.500 orang.
Mereka pergi dari kamp pengungsian Cox’s Bazar di Bangladesh dan melalui perjalanan laut berbahaya hingga akhirnya tiba di Aceh.
Orang-orang Rohingya menjadi etnis minoritas paling teraniaya di dunia. Mereka diusir dan tak diakui warga negara di tanah airnya: Myanmar.
Bertahun-tahun, mereka hidup di kamp pengungsian di Bangladesh, jumlahnya lebih dari sejuta orang.[]