Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh menjadi tuan rumah Indonesia Dispute Board Forum 2023 yang diselenggarakan Dewan Sengketa Indonesia (DSI) pada 3-5 Maret 2023 di Gedung AAC Dayan Dawood, Darussalam, Banda Aceh.
Ketua Panitia, Zubir, mengatakan Indonesia Dispute Board ini merupakan yang kedua kalinya digelar. Sebelum, kegiatan yang sama pernah dilaksanakan di Jawa Tengah. Dipilihnya Aceh untuk menggelar event ini karena beberapa pertimbangan. Di antaranya adalah, Aceh pernah mencatatkan sejarah besar terkait upaya mediasi, yaitu peristiwa perdamaian antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
“Inilah salah satu hasil mediasi terbesar yang tercatat dalam sejarah Aceh, jadi kenapa ada kaitannya hari ini Aceh menjadi tuan rumah Indonesia Dispute Board Forum 2023,” ucapnya.
Presiden DSI, Sabela Gayo, menyampaikan kegiatan ini melibatkan pemateri lintas sektoral terkait mediasi, abitrase maupun ajudikasi. Mereka berkumpul untuk mendiskusikan isu-isu terkini terkait perkembangan sistem alternatif penyelesaian sengketa.
Maka, dipilihnya Aceh sebagai tempat pelaksanaan event ini sangat tepat. Karena ada banyak hal baru yang bisa dipelajari dari Aceh, seperti tema kegiatan ini Restorative Justice: Belajar dari Pengalaman Aceh untuk Indonesia
“Tentu ada sesuatu yang ingin kita pelajari dari best practice yang sudah diajarkan restorative justice yang telah dipelajari di Aceh,” ucapnya.
Dirinya mengungkapkan, saat ini DSI memiliki 1.535 mediator yang bersertifkasi dan 80 persen di antaranya sudah terdaftar di Pengadilan Negeri dan Agama seluruh Indonesia. Dia berharap, keberadaan mediator tersebut memberikan kontribusi dalam rangka mendorong penyelesaian sengketa dengan menggunakan pola alternatif penyelesaian sengketa yaitu pola mediasi.
Wakil Rektor I USK, Prof. Agussabti, menyambut baik terlaksananya kegiatan ini. Menurutnya, event ini adalah tindak lanjut dari MoU antara USK dengan DSI pada September 2022 lalu. Setidaknya ada tiga poin penting dalam kesepakatan tersebut, yaitu mensosialisasikan alternatif penyelesaian sengketa, pelatihan dan pendidikan, serta riset dan publikasi ilmiah terkait alternatif penyelesaian sengketa.
“Kita berharap, ke depan banyak persoalan sengketa tidak lagi diselesaikan di pengadilan. Tapi bisa diselesaikan di luar pengadilan. Ini sudah dicontohkan di Aceh,” ucapnya.
Selain itu, Agussabti mengungkapkan, USK telah berencana untuk mendirikan Program Studi Magister Resolusi Konflik dan Damai. Harapannya, prodi ini bisa menarik perhatian masyarakat termasuk mahasiswa asing untuk belajar di Aceh. []