Organisasi hak asasi manusia internasional Human Rights Watch (HRW) menyebutkan bahwa Meta perusahaan yang menaungi Facebook dan Instagram diduga terlibat dalam upaya sensor konten terkait Palestina.
Tudingan ini dijelaskan dalam laporan setebal 51 halaman. HRW memiliki dokumentasi dan tinjauan lebih dari seribu kasus soal tindakan Meta menghapus konten, menangguhkan, hingga memblokir akun secara permanen di Facebook dan Instagram.
Menurut HRW, ada enam pola utama penyensoran yang tidak semestinya terhadap konten yang mendukung Palestina, termasuk penghapusan postingan, cerita, dan komentar; menonaktifkan akun; membatasi kemampuan pengguna untuk berinteraksi dengan postingan orang lain; dan “pelarangan bayangan”, di mana visibilitas dan jangkauan materi seseorang berkurang secara signifikan.
Penyensoran itu misalnya menyasar konten yang berasal dari lebih dari 60 negara, sebagian besar dalam bahasa Inggris, yang semuanya mengenai dukungan damai terhadap Palestina yang diungkapkan dalam berbagai cara.
“Sensor konten terkait Palestina di Instagram dan Facebook bersifat sistemik dan global [dan] penegakan kebijakan Meta yang tidak konsisten menyebabkan penghapusan konten tentang Palestina secara keliru,” kata HRW dikutip dari The Guardian, Ahad (24/12/2023).
Sementara itu Meta mengakui bahwa mereka membuat kesalahan. Namun, mereka membantah ada kesengajaan terkait hal itu. “Implikasi bahwa kami secara sengaja dan sistematis menekan suara tertentu adalah salah,” kata mereka.
Meta mengatakan bahwa mereka satu-satunya perusahaan di dunia yang secara terbuka merilis uji tuntas hak asasi manusia mengenai isu-isu yang berkaitan dengan Israel dan Palestina.
Dewan pengawas Meta mengatakan perusahaan telah melakukan kesalahan dengan menghapus dua video konflik khususnya dari Instagram dan Facebook. Dewan tersebut mengatakan bahwa video tersebut berharga untuk memberi informasi kepada dunia tentang penderitaan manusia di kedua sisi.
Salah satunya menunjukkan dampak serangan udara di dekat rumah sakit Al-Shifa di Gaza melalui Instagram, dan yang lainnya menunjukkan seorang wanita yang disandera selama serangan 7 Oktober melalui Facebook. Unggahan itu kemudian diaktifkan kembali.[]