Presiden Indonesia Joko Widodo direncanakan menggelar kick-off atau dimulainya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial pada akhir Juni mendatang di Aceh. Menyikapi hal tersebut, para penggiat Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Aceh bersama Komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh menggelar rapat untuk menyikapi tindak lanjut terkait agenda kick-off tersebut.
Pertemuan berlangsung di kantor KKR Aceh, Rabu (7/6/2023), diikuti Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya dan komisioner lainnya; Direktur Katahati Institute, Raihal Fajri; Direktur Paska Aceh, Faridah; Perwakilan RPUK Aceh, Azriana Manalu; Direktur Koalisi NGO HAM, Khairil, perwakilan KontraS Aceh, perwakilan ACSTF, dan sejumlah penggiat HAM lainnya.
“Selain menyikapi tindak lanjut penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh, juga terkait kebijakan Tim Pelaksana PPHAM (Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu) atas rekomendasi data KKR Aceh,” kata Masthur.
Tim Pelaksana yang dimaksud dibentuk sesuai Keppres Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, bertugas melaksanakan rekomendasi yang telah diberikan oleh Tim PPHAM. Hal ini diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.
Menurut Masthur, saat ini Tim Pelaksana PPHAM bersama lintas kementerian sedang bekerja di Aceh untuk memulai pemulihan korban atas tiga Pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah diakui Negara. Tiga pelanggaran HAM berat tersebut adalah; peristiwa Jambo Keupok di Aceh Selatan, tragedi Simpang KKA di Aceh Utara, dan Rumoh Geudong (Pos Sattis) di Pidie.
“Kami mengharapkan bahwa data yang diverifikasi oleh Tim Pelaksana PPHAM haruslah tepat sasaran dan bisa ditambah lagi, dengan cara berkoordinasi dengan CSO setempat, apalagi di Aceh sudah ada lembaga yang memiliki tugas dan mandat non-yudisial yaitu KKR Aceh yang sudah memiliki 5.000 data,” jelas Masthur.
Wali Nanggroe dan Ketua DPR Aceh Temui Mahfud MD, Bicara Pelanggaran HAM Berat
Data tersebut telah diserahkan KKR Aceh kepada Menkopolhukam, Mahfud MD pada awal Maret lalu. ”Supaya menjadi kebijakan selanjutnya oleh pemerintah pusat atau presiden sebagaimana halnya terhadap tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh yang sudah diakui,” katanya.
Sementara itu Direktur Katahati Institute, Raihal Fajri menyebutkan OMS Aceh secara umum masih mempertanyakan mekanisme dan prosedur dalam pemulihan korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang dinilai jauh dari prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik. Salah satunya berkaitan dengan ketidakpastian data terkait korban yang berpotensi memunculkan konflik sosial di kalangan masyarakat.
“Juga terkait pendataan kebutuhan bagi korban, yang mensyaratkan pemulihan utuh baik fisik, psikologi, sosial, politik dan ekonomi serta budaya, ini masih mengambang dan perlu diperhatikan serius oleh semua pihak dalam penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh,” tutup Raihal. []