Dugaan korupsi pengadaan wastafel di Dinas Pendidikan Aceh pada 2020 merugikan negara Rp 7,2 miliar. Jumlah ini berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh yang diserahkan ke Kepolisian Daerah Aceh, Senin (7/8/2023).
Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Komisaris Besar Winardy mengatakan, kerugian negara dalam perkara itu Rp7.215.125.020. Penyidik akan menganalisa hasil audit itu, lalu menggelar perkara penetapan tersangka.
“Setelah menerima hasil penghitungan kerugian keuangan negara, maka Ditreskrimsus akan melakukan langkah analisa dan gelar perkara dalam waktu dekat untuk penetapan tersangka,” kata Winardy, Selasa (8/8/2023).
Menurut Winardy, kerugian negara itu hasil perhitungan kekurangan volume dan mutu 390 paket pengadaan langsung wastafel di SMA, SMK, dan SLB di seluruh Aceh. Nilai kontrak proyek itu Rp 43,7 miliar bersumber dari refocusing Covid-19 APBA 2020 di Dinas Pendidikan Aceh.
Dalam perkara ini, Polda Aceh telah menyita uang Rp 315 juta dari Dinas Pendidikan Aceh, Rp 241 juta dari pelaksana terkontrak, dan Rp 47,9 juta dari konsultan pengawas terkontrak.
“Penyidik juga sudah menyita sejumlah uang dari dinas terkait dan rekanan dengan total Rp.603.995.000,” katanya.
Pengadaan wastafel ini heboh pada 2020 setelah diprotes berbagai kalangan. Pada 1 Juli 2021, Kepolisian Daerah Aceh menyelidikinya. Polisi menaikkan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan setelah menemukan bukti permulaan dugaan korupsi, Jumat (4/3/2022).
Lembaga antikorupsi Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai koruptor dugaan korupsi pengadaan wastafel bisa dijerat hukuman mati.
“Mengingat anggaran [pengadaan itu] bersumber [dari] refocusing APBA 2020 untuk penanganan Covid-19, artinya negara dalam keadaan bencana, jadi kalau ada yang korupsi dapat dijerat dengan hukuman mati,” kata Alfian, Koordinator Badan Pekerja MaTA, Sabtu (5/3/2022).[]